TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Di tengah sorotan publik soal efisiensi anggaran, Pemerintah Kota Tasikmalaya justru menangkap momentum ini sebagai awal perubahan.
Tidak lagi semata soal pemangkasan, melainkan soal membangun budaya kerja baru, lebih hemat, sederhana, dan berorientasi pelayanan.
Gagasan itu berangkat dari semangat Menu Puasa yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Bukan tentang menahan lapar, tapi menahan kebiasaan boros di tubuh birokrasi.
BACA JUGA:Sentuhan TNI AL Ubah Wajah SDN Panglayungan Tasikmalaya Jadi Sekolah Inspiratif
“Tidak ada lagi snack, tidak ada makan di kantor. Hanya minum,” ujar Dedi dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Tasikmalaya, Jumat 17 Oktober 2025.
Namun di balik pernyataan itu, tersimpan filosofi: menata ulang gaya hidup birokrasi agar lebih dekat dengan nilai-nilai kesederhanaan.
Lewat empat menu kecil, membawa tumbler sendiri, makan kukuluban, mematikan AC, dan mengurangi kertas puasa menjadi simbol perubahan gaya hidup ASN di Jawa Barat, termasuk di Tasikmalaya.
Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Raden Diky Chandra, melihat gerakan ini sebagai upaya penyadaran kolektif.
BACA JUGA:Dari Halaman Rumah ke Ring Dadaha, Dua Bersaudara Tasikmalaya Meninju Mimpi
“Efisiensi itu bukan sekadar penghematan, tapi pembentukan karakter. ASN harus tangguh, hemat, dan peka terhadap tanggung jawab sosial,” ujarnya, Senin 20 Oktober 2025.
Diky menilai, gaya hidup sederhana adalah bentuk kepemimpinan moral baru di birokrasi.
Ia bahkan menyinggung gagasan Poe Ibu (Sapoe Sarebu), gerakan menabung seribu rupiah setiap hari untuk membantu masyarakat, sebagai wujud gotong royong modern di lingkungan ASN.
“Kalau dulu kita melihat aparatur negara dari seragamnya, sekarang seharusnya dari empatinya,” kata Diky.
BACA JUGA:Tips Pemutihan Nama di SLIK OJK Agar Pengajuan KUR Tidak Ditolak