Sumber belajar kontekstual terbatas, membuat guru perlu berkreasi lebih.
Membangun kepercayaan dan relasi lintas budaya memerlukan waktu dan kesabaran.
Tantangan-tantangan ini bukan untuk membuat guru menyerah, melainkan menjadi pintu bagi refleksi dan pertumbuhan profesional yang lebih dalam.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut adalah:
Pertama, mengenal murid secara utuh.
Guru perlu mengenal murid bukan hanya dari nilai rapor, tetapi dari cerita hidupnya.
Melalui cultural mapping, obrolan ringan, atau jurnal refleksi siswa, guru dapat memahami kebiasaan, bahasa, dan nilai-nilai yang dipegang keluarga mereka.
Dari sinilah rasa saling percaya tumbuh. Guru juga belajar bahwa mengenal budaya siswa bukan sekadar data, tapi jembatan untuk memahami cara mereka memaknai pelajaran.
Kedua, meningkatkan literasi budaya guru.
Guru pun perlu belajar terus-menerus.
Mengikuti pelatihan lintas budaya, berdiskusi dengan rekan sejawat, dan membuka dialog dengan orang tua dapat memperluas wawasan tentang cara pandang siswa.
Ketika guru membuka ruang dialog dengan orang tua murid, dia akan menemukan nilai-nilai lokal yang ternyata bisa dijadikan contoh dalam pelajaran.
BACA JUGA:Skema Tabel Angsuran KUR BCA 2025 Pinjaman Rp 100 Juta, Cek Syarat dan Cicilan Ringannya
Ketiga, mengontekstualisasikan kurikulum.