JAKARTA, RADARTASIK.COM – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka.
Nadiem menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun anggaran 2019-2022.
Dalam laporan Disway.id, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka berlangsung pada Kamis, 4 Agustus 2025.
Dia menjelaskan Nadiem resmi ditahan selama 20 hari di rumah tahanan. Masa penahanan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.
BACA JUGA: Antisipasi Ancaman Megathrust di Sumatera Barat, Kemkes Perkuat Kesiapan Penanganan Kedaruratan
BACA JUGA: 8 Cara Kreatif Membawa Minuman Favorit Saat Bepergian
Nadiem ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya tiga kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 23 Juni, 15 Juli, dan 4 Agustus 2025.
Nadiem hadir memenuhi panggilan penyidik Kejagung pada Kamis, 4 September 2025. Berdasarkan pantauan Disway.id di lokasi, ia tiba sekitar pukul 08.53 WIB dengan mengenakan kemeja lengan panjang hijau army dan celana hitam.
Didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, mantan CEO Gojek itu hadir di lokasi. Setibanya, ia hanya mengatakan singkat bahwa kehadirannya untuk memberi kesaksian sebelum masuk ke Gedung Bundar Jampidsus.
Kejagung juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus yang sama selain Nadiem. Mereka adalah Jurist Tan, eks Staf Khusus Mendikbudristek.
BACA JUGA: Batu Longsor Hantam Rumah Warga Tasikmalaya, Dapur Rusak Parah
BACA JUGA: Legenda Persib Sudah Kembali, Bojan Hodak Asah Taktik Pemain Baru
Ibrahim Arief, konsultan perorangan untuk Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah. Mulyatsyah, mantan Direktur SMP Kemendikbudristek. Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek.
Dari keempatnya, Ibrahim Arief dikenakan status tahanan kota karena mengidap penyakit jantung kronis. Jurist Tan masih berada di luar negeri sehingga belum bisa menjalani penahanan.
Kejagung menyatakan para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.