“Tambang dalam lebih rawan dari sisi keselamatan. Belum lagi aspek lingkungan, seperti penggunaan air raksa yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),” katanya.
Selama NSPK belum terbit, pihaknya belum bisa memproses atau menerbitkan IPR, meskipun memahami bahwa aktivitas tambang tersebut menjadi sumber mata pencaharian warga.
“Kami juga serba salah. Di satu sisi ini menyangkut kebutuhan ekonomi, tapi di sisi lain, regulasinya belum ada,” pungkasnya.