RADARTASIK.COM - Sayap militer Pejuang Hamas, Brigade Al-Qassam luncurkan 50 Roket ke Israel sebagai pembalasan karena Jalur Gaza dihancurkan.
Brigade Al-Qassam mengumumkan meluncurkan 50 roket menuju Sderot di Israel pada hari Kamis, 12 Oktober, kemarin.
“Sore ini, Brigade Al-Qassam melancarkan serangan rudal ke Sderot dengan 50 roket,” kata sayap militer dalam sebuah pernyataan.
Disisi lain, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan bahwa Amerika Serikat akan selalu berada di sisi Israel saat ia tiba di Tel Aviv untuk menunjukkan dukungan di tengah meningkatnya perang dengan Hamas.
BACA JUGA:Tersisa 2 Laga Lagi, Mantan Bintang Persib Ini Resmi Berpisah dengan Persebaya, Ini Alasannya
“Pesan yang saya bawa ke Israel adalah ini: Anda mungkin cukup kuat untuk membela diri, tetapi selama Amerika masih ada, Anda tidak akan pernah perlu melakukannya, kami akan selalu ada di sisi Anda,” ucap Blinken di sebuah konferensi pers.
“Israel mempunyai “hak, bahkan kewajiban untuk membela diri dan memastikan bahwa hal ini tidak akan terjadi lagi,” tegasnya.
AS diketahui memasok amunisi dan pencegat untuk mengisi kembali Iron Dome Israel, bersama dengan perlengkapan pertahanan lainnya.
Pengiriman pertama dukungan militer AS telah tiba dan bekerja sama dengan Israel untuk menjamin pembebasan orang-orang yang disandera oleh Hamas.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov menkanakan pentingnya pembentukan negara Palestina jika konflik yang ada saat ini sudah teratasi.
“Setiap orang akan bertanggung jawab melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB mengenai pembentukan negara Palestina,” ucap Sergey Lavrov.
Senada dengan Sergey Lavrov, Presiden Rusia, Vladimir Putin menyebut penderitaan rakyat Palestina ada di hati umat Islam saat berbicara di forum Pekan Energi di Moskow.
Vladimir Putin menganggap umat Islam di Timur Tengah dan negara-negara lain memandang apa yang dialami warga Palestina selama bertahun-tahun sebagai ketidakadilan yang tidak dapat dipercaya.
Presiden Rusia ini mengatakan bahwa negara Palestina seharusnya dibentuk bersamaan dengan negara Israel pada tahun 1948, namun hal itu tidak pernah terjadi.