Kata Feni tidak sedikit orang tua yang tidak mau membawa anak balita mereka untuk diperiksa di posyandu.
Akibatnya mereka yang balitanya stunting tidak terdata atau lambat ditangani.
Naiknya jumlah balita stunting menurut Feni karena ada data baru. Yaitu balita stunting yang sebelumnya tidak ke posyandu.
BACA JUGA: JANGAN SALAH Ini Rekomendasi BPK Terkait Lift Bekas di GCC Tasikmalaya, Waktu Paling Lama 60 Hari
Mereka bahkan ada yang tidak terima ketika anaknya dinyatakan stunting maupun gizi buruk.
Setelah tim Puskesmas Kawalu melakukan berbagai upaya edukasi, barulah orang tua balita mau membuka diri datang membawa anak balitanya ke posyandu.
Dijelaskan Feni untuk mendapat data dilakukan juga dengan kunjungan tim Puskesamas ke rumah-rumah.
Tidak jarang tim sampai bubulusukan melewati kebun atau pematang sawah untuk sampai ke rumah balita stunting.
BACA JUGA: BSI Buka Layanan 434 Kantor Cabang Akhir Pekan Ini
Dari kunjungan ke rumah-rumah tutur ibu dua anak ini, banyak fakta dan data ditemukan kenapa balita-balita itu menjadi stunting.
Selain faktor pendidikan dan ekonomi, masalah kebersihan lingkungan juga menjadi penyebabnya.
Lingkungan yang kurang baik sanitasinya membuat balita sering sakit. ”Sakit-sakitan itu menjadikan berat badannya tidak naik. Jadilah balita stunting,” tutur wanita berkulit putih ini.
Ada yang paling membuat geregetan penemuan di lapangan. Yaitu ketika balita stunting karena faktor kurang asupan bergizi tapi bapak si anak tidak peduli.
”Iya anaknya kurang gizi dibiarkan. Bapaknya mampu beli rokok. Lebih sayang ke rokok daripada peduli gizi anaknya,” gusar Feni.
Masalah balita stunting tutur Feni lagi, memang butuh kerja sama lintas sektoral yang benar-benar fokus.