Dwi juga berpesan edukasi tentang sampah bisa dimulai dari anggota keluarga di rumah. Dari satu orang sudah peduli dengan mengolah sampah, setidaknya akan mengurangi sampah yang dihasilkan.
“Dari persoalan sampah, dari persoalan lingkungan akan berdampak pada kehidupan yang sehat yang nantinya berdampak pada sumber daya manusia unggul yang sehat fisik dan jiwanya. Dari jargon Kota Tasik Resik, harus menjadi motivasi untuk bisa hidup bersih, budayakan hidup sehat dan hijau,” pesan Dwi.
Ketua Persatuan Istri Bank Indonesia Tasik (PIPEBI) dan Ikatan Wanita Bank (IWABA) Priangan Timur, Sitaresmi Aswin, menyampaikan rasa bahagianya atas peran serta ibu-ibu yang ada di wilayah Priangan Timur untuk ikut serta mengolah sampah dari rumah.
Sita berharap ke depannya ada gerakan-gerakan bersama di masyarakat yang betul-betul memberikan dampak dan manfaat bagi masyarakat banyak. Salah satunya melalui gerakan pengelolaan sampah dapur yang dapat diolah menjadi pupuk organik. Sehingga dapat meningkatkan urban farming yang juga bisa berdampak baik terhadap daya beli masyarakat.
Sementara itu, pemateri tentang pengelolaan sampah, Novi dari No Organic Waste (NOW), bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi sampah dapur diantaranya menghabiskan makanan, berbagi dengan sesama, memberikannya ke binatang, biofuel, kompos dan terakhir dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Namun akan lebih baik sampah dapur diolah menjadi kompos agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi untuk ketahanan pangan.
Tidak hanya workshop saja, kegiatan yang dihadiri oleh ibu-ibu dari wilayah Priangan Timur ini diisi juga dengan praktik pembuatan kompos. Selain itu ada juga bazar aneka sayuran dari berbagai kelompok wanita tani juga sosialisasi tentang QRIS.