JAKARTA, RADARTASIK.COM — Ada makna dibalik pemanggilan 559 perwira Polri ke Istana tanpa tongkat komando dan ajudan oleh Presiden Jokowi.
Emrus Sihombing, seorang pakar komunikasi menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukan cara sederhana namun apik saat memanggil 559 perwira Polri ke Istana tanpa tongkat komando dan ajudan, Jumat 14 Oktober 2022.
Pemanggilan 559 perwira Polri ke Istana tanpa tongkat komando dan ajudan dari tingkat Kapolda dan Kapolres itu, kata Emrus Sihombing, menunjukan rasa sayang Presiden Jokowi terhadap Korps Bhayangkara. Tanpa embel-embel simbol, tongkat komando, apalagi pengawalan melekat.
"Cara Presiden Jokowi ini tak lazim, sederhana, tapi maknanya begitu mendalam. Presiden Jokowi mampu menyampaikan pesan yang begitu kuat; Jangan ada disparitas antara atasan dan bawahan, begitu pula Polri kepada rakyat, jangan ada jarak," tutur Emrus Sihombing kepada Disway.id Jumat 14 Oktober 2022.
Menurut Emrus Sihombing, pola yang dibangun Presiden Jokowi tanpa simbol, tanpa tongkat komando, tanpa handphone, sampai mananggalkan ajudan dan pengawal, memberikan cermin agar Polri kembali pada marwahnya sebagai pelayan, pengayom dan pelindung rakyat.
Ada tiga hal yang menjadi poin penting dari komunikasi yang dibangun Presiden Jokowi dari keputusannya memanggil 559 perwira Polri ke Istana tanpa tongkat komando dan ajudan.
Pertama, kata Emrus Sihombing, Polri diminta solid menjaga keutuhan korps-nya. Kedua, menjaga kredibilitas dan integritas Polri, dan ketiga, membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
"Terlepas dari citra Polri yang kini dihantam sejumlah skandal, dari dari kasus judi online, kasus FS dilanjutkan kasus narkoba yang diduga menyeret Kapolda Jawa Timur, saya menilai masih banyak polisi yang sederhana, dan bekerja sesuai treknya. Polisi juga manusia lho, tapi jangan pula kita menuding karena satu dua oknum, lalu semuanya dicap rata," kata Emrus Sihombing.
Masih berkaitan dengan pemanggilan 559 perwira Polri ke Istana, menurut Emrus Sihombing, melihat ada budaya baru yang sedang dibangun Presiden Jokowi di lingaran Polri.
"Belum pernah dalam sejarah perwira polisi itu dipanggil ke Istana Negara secara bersamaan. Jokowi mengajak ayo kita kerja untuk bangsa ini. Fokus pada tujuan, jangan berjarak, agar polisi makin dicintai rakyat," ujar Emrus Sihombing.
Soal persepsi yang muncul di jagat media sosial bahwa Preden Jokowi sedang memperlihatkan siapa sebenarnya jenderal tertinggi di hadapan 559 perwira itu, menurut Emrus, persepsi itu tidak salah juga tidak benar.
"Itu persepsi, ya silahkan saja. Di alam demokrasi, diperkenankan memberikan argumen dan penilaian secara konstruktif. Tapi, yang perlu diteladani dari cara Presiden ini cuma satu; tongkat komando dan simbol bukan hal istimewa bagi rakyat jika tidak manfaat untuk bangsa," jelas Emrus Sihombing.
Staf pengajar di Universitas Pelita Harapan (UPH) itu menilai gaya komunikasi Presiden Jokowi selama ini tidak memiliki karakter adigang, adigung, dan adiguna yang mengandalkan dan menyombongkan kelebihan sebagai kepala negara.
"Kekuasaan yang dimiliki Jokowi itu legal. Tapi dimanfaatkan sebaik mungkin untuk membangun bangsa ini. Dengan cara apa? ya bekerja dan mendengarkan harapan. Simpel dan hasilnya top. Jujur saya harus memuji dengan kesederhanaannya," tutur Emrus lewat sambungan telepon.
"Kalau cuma sekadar menunjukan kekuatan dan kekuasaannya, saya yakin 559 perwira itu disuruh lari keliling Istana Negara juga mau. Tapi Jokowi bukan tipe seperti itu. Anda bisa lihat saat dirinya ke Papua. Makan jagung tanpa dilayani. Cermin bahwa Jokowi adalah kita," puji Emrus Sihombing.