Beberapa waktu lalu, Indonesia menolak usulan penyelenggaraan debat tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada muslim Uighur di Xinjiang di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rushan Abbas tidak mempermasalahkan sikap pemerintah Indonesia.
”Saya tidak menyalahkan Indonesia karena pemerintah Indonesia, siapa pun yang membuat keputusan di pemerintahan, juga menjadi korban kebohongan China, disinformasi China, narasi palsu China,” tuturnya.
China, kata Rushan Abbas, mengklaim bahwa masalah di Uighur adalah persoalan dalam negeri. Namun, tindakan pemerkosaan, perbudakan, pernikahan paksa dan pemaksaan aborsi terhadap wanita-wanita muslim Uighur bukan lagi urusan internal. ”Ini masalah kemanusiaan pelanggaran hak asasi manusia bukan urusan dalam negeri,” ujarnya.
Menurut Rushan Abbas, penikahan paksa wanita-wanita Uighur dengan orang-orang keturunan Han sudah termasuk bagian dari genosida. Upaya tersebut merupkan misi menghilangkan orang-orang Uighur. Sebagaimana diketahui, bayi yang lahir di China itu akan membawa nama ayahnya. Jadi bayi-bayi yang dilahirkan itu akan dibesarkan sebagai orang Han.
”Mereka mengambil hak wanita Uighur untuk menjadi ibu bagi bayi Uighur. Itu adalah bagian dari genosida juga,” katanya.
Sementara itu, kata Rushan Abbas, pria-pria Uighur banyak yang pergi melarikan diri atau hilang. Ada juga yang dikirim ke China bagian dalam untuk dipaksa kerja di pabrik. Bahkan banyak di antara mereka yang dihukum penjara dan disiksa secara fisik atau pun mental.
”Jika Anda mengambil anak-anak dari suatu kelompok kemudian dikirim ke seseorang, itu merupakan bagian dari genosida. Jika Anda menghilangkan ayat satu bangsa atau satu kelompok etnis itu merupakan bagian dari genosida. Jika Anda menyiksa dan memenjarakan, menyiksa secara fisik dan mental dari satu kelompok orang ke titik kematian, itu merupakan bagian dari genosida,” tuturnya.
Rushan Abbas bercerita saudara perempuannya, Gulshan Abbas, juga ditahan oleh otoritas China pada September 2018, lebih dari empat tahun lalu. Alasan penahanan karena gara-gara Rushan mengampanyekan kekejaman otoritas China terhadap orang-orang Uighur.
BACA JUGA: Lesti Kejora Cabut Laporan Kasus KDRT, Netizen Merasa Kena Prank Leslar, Kok Begitu?
”Dia (saudara perempuan Rushan Abbas, red), bukan teroris, dia bukan muslim radikal. Dia berpendidikan, orang baik, tetapi ya dia di penjara selama empat tahun terakhir karena aktivisme saya karena saya mengatakan yang sebenarnya. Mereka (China) menangkapnya,” tuturnya.
Rushan Abbas memastikan bahwa persoalan Uighur adalah masalah kemanusiaan, kebebasan, demokrasi dan hak asasi manusia. Maka dari itu, setiap orang Indonesia, muslim atau pun non-muslim, harus turut berbicara dan membela hak-hak orang Uighur. Sebagai sesama muslim tentu saja harus saling menolong dan menjaga keyakinannya.
Dia berharap aktivis-aktivis di Indonesia turut menyuarakan kebebasan orang-orang Uighur dari penindasan otoritas China. Genosida Uighur itu tidak boleh dibiarkan terjadi apalagi di abad ke-21. Orang-orang Uighur tidak akan pernah menyerah untuk memperjuangkan kebebasan. ”Anda kehilangan hak Anda untuk mempertahankan masa depan dunia ini,” tuturnya.
”Gunakan hak kita untuk membela masa depan dunia ini dan anak-anak kitalah yang akan menghadapi konsekuensi di seluruh dunia karena rezim China tidak akan menoleransi segala jenis demokrasi, kebebasan beragama atau apa pun yang berbeda dari arus utama ideologi komunis China yang rasis,” lanjutnya.
BACA JUGA: Hokky Caraka Minta Doa Fans PSS Sleman Setelah Dipilih Shin Tae-yong untuk TC di Turki dan Spanyol
”Sistem China hari ini, Partai Komunis China hari ini adalah ancaman bagi semua umat manusia, semua muslim di dunia. Jadi ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menghentikan (genosida, red) pemerintah ini,” tuturnya.