”Suruh dia ketemu aku,” kata Bang Eel.
Ketika aku sampaikakn pesan itu Mila tampak enggan. Saya bilang terserah dia. Keputusan ada di Bang Eel, bukan saya. Saya sudah sampaikan padanya. “Kenapa, sih, kok kamu menghindari Bang Eel? Kalau nanti kerja di sini kan ketemu juga tiap hari,” tanyaku.
”Tak apa-apa, kan ada Mas Abdur,” kata Mila. Mila akhirnya mau menemui Bang Eel dan mulai bekerja di Dinamika Kota. Saya melihat Mila yang semula, yang riang dan bekerja dengan efisien. Mbak Nana bilang sangat terbantu. Kerja kesekretariatan di redaksi surat kabar itu bukan pekerjaan yang bisa diremehkan juga. Sebagai pemred saya bergantung pada rekap produktivitas masing-masing wartawan yang dibuat sekretaris untuk mengatur para wartawan itu, memicu produktivitas dan semangat kerjanya.
Untuk beberapa urusan, Mila harus sering keluar kantor. Membeli ATK di Edukits, mengantar undangan narasumber untuk diskusi redaksi rutin, atau berkoordinasi dengan percetakan.
Semua pekerjaan itu selama ini ditangani Mbak Nana. Saya memberi kesempatan Edo untuk lebih sering melayani kerja sekretaris redaksi. Saya sengaja menjaga jarak dengan Mila. Tampaknya Edo ada hati pada Mila. Dia rapi sekarang, mulai tak tampak lagi bekas-bekas premannya. Kecuali tato Terpedo itu. Itu sejarah dan identitas, katanya.
Saya tak mau perhatian saya disalahartikan. Saya takut, atau tepatnya tak mau terlibat dengan perkara yang ribet. Urusan dengan hati dan perasaan perempuan bisa jadi sangat rumit, lebih rumit daripada ancaman karena berita.
Lagi pula kantor kini menyediakan mobil untuk saya. Mobil yang lebih sering dipakai anak-anak redaksi untuk meliput. Sampai-sampai Bang Eel menegur saya.
”Kau tak suka mobil itu, ya, Dur?”
”Bukan gitu, Bang. Anak-anak lebih memerlukan untuk liputan,” kataku.
”Kalau kantor beli mobil satu lagi jangan tak dipakai ya,” katanya.
”Kalau belum ada anggarannya tak usah bang. Saya pakai motor aja beres,” kataku.
Sepulang dari Palembang, Nurikmal memuat liputan bersambung soal keluarga Putri di kota itu. Termasuk soal showroom mobil yang mereka punya. Putri Ratu Auto Showroom. Siapa yang tak kenal! Fakta yang mencurigakan itu bisa dikaitkan dengan pembunuhan Putri. Sejak kejadian itu, kata beberapa orang yang diwawancarai di sana, showroom itu pelan-pelan mulai kosong. Seperti tak ada penambahan stok baru.
”Saya yakin ini ada kaitannya,” kata Nurikmal. Ia mengaitkan antara Putri sebagai istri polisi dan pengusaha, impor mobil setengah ilegal, alias bodong, dan pembunuhannya. Saya ajak Nurikmal menambahkan data-data dan analisis baru di bagan kasus dan peta berita yang saya bentangkan di dinding ruangan saya.
Dari pekerja di pelabuhan tikus –kira-kira sebesar apa ya tikusnya, sampai pelabuhannya bisa disandari kapal tongkang? –kami dapat info sebagian mobil itu dibawa ke Sumatera Selatan.
”Kalau tahu dari kemarin info ini, saya cari informasinya di Palembang itu bongkarnya di pelabuhan mana,” kata Nurikmal.
Saya lagi-lagi teringat Pak Rinto. Saya meng-SMS beliau. "Saya masih berobat di Singapura", beliau membalas singkat. Apakah parah sekali sakit beliau? Saya membalas: "Oh, maaf, Pak. Saya kira sudah pulang. Lekas sembuh, Pak." Sementara itu berita perkembangan lain yang tentang kasus pembunuhan Putri didapatkan Ferdy. AKBP Pintor dibawa ke Jakarta. Di mabes ia diperiksa propam dan akan menjalani sidang pelanggaran etik.