”Itu tak bukan kita yang atur... Tak bisa kita apa-apain. Kecuali kita ikuti saja,” kata Bang Eel.
”Betul, sih. Sementara kita kayaknya perlu tambah halaman. Iklan kita sudah hampir separo dari jumlah halaman. Mungkin itu yang bikin oplah stagnan.”
”Betul. Saya setuju tambah halaman, sudah sesak halaman koran kita. Iklan lowongan kerja itu ordernya bisa dua minggu sebelum tayang, antre,” kata Uus, manajer iklan.
Menambah halaman, risikonya menambah harga pokok produksi, menambah biaya cetak. Memperkecil margin keuntungan. Kalau kenaikan biaya produksi itu diimbangi dengan kenaikan penghasilan iklan, maka tambah halaman adalah langkah yang benar.
”Naikin aja harga jual,” kataku.
Hendra tak setuju. ”Jangan. Sekarang aja kita sudah paling mahal dibanding koran lokal lain. Naik harga eceran pasti oplah turun.”
”Menurutmu gimana, Dur?” tanya Bang Eel.
Saya mengusulkan tambah halaman sesuai kebutuhan iklan saja. Atau tambah halaman pada hari-hari yang ditentukan. Jadi pada hari itu, teman-teman iklan menjual lebih gencar. Kalau perlu diskonnya juga lebih besar, yang penting halaman terisi, pendapatan iklannya melebihi tambahan biaya cetak. Bang Eel setuju. Semua manajer setuju. Soal kenaikan harga eceran Bang Eel akan berkonsultasi dengan pak bos kami, Indrayana Idris.
Sehabis rapat gabungan redaksi, pemasaran, dan iklan, rapat rutin mingguan itu, saya diminta Bang Eel ke ruangannya. Biasa. Selalu begitu. Ia menanyakan kesiapan redaksi kalau tambah halaman. Saya katakan harus tambah beberapa wartawan dan paling tidak dua redaktur.
”Kalau kita cetak empat sesi, paling tidak kita perlu dua redpel. Satu untuk dua sesi cetak pertama, dan satu redpel untuk cetak terakhir,” kataku.
”Kamu punya calon, nggak?” tanya Bang Eel. Saya menyebutkan dua nama redaktur. Bang Eel akan mempertimbangkannya, toh penambahan halaman itu juga belum diputuskan.
”Soal Mila, gimana, Bang?”
”Kenapa dia mau pindah? Nanti kata orang kita yang bawa mereka. Mentang-mentang kau dan aku dari Metro Kriminal, Yon ikut pindah, ini Mila lagi,” kata Bang Eel.
Saya tak menceritakan soal pelecehan yang dilakukan Beni kepada Mila. ”Tapi memang di sana kayaknya tak kompak lagi, Bang... Tak macam kita dulu,” kataku.
”Iya. Saya sering jumpa dan tanya kawan-kawan di sana, semua sibuk sendiri. Teman-teman yang menggantikan kita itu seharusnya bersyukur dapat kesempatan naik. Masa tergantung kau, tergantung aku,” kata Bang Eel.
”Mila gimana, Bang?”