GARUT, RADARTASIK.COM - BBM naik tinggi, susu tak terbeli. Orang pintar tarik subsidi, anak kami kurang gizi.
Apakah penggalan kalimat Iwan Fals dari lagu berjudul “Galang Rambu Anarki” di atas relate dengan keadaan sekarang?
Jika kita telaah, kalimat di atas akan terjadi jika pemerintah sebagai pemangku kebijakan menerapkan kebijakan yang tidak cermat.
BACA JUGA:Mahasiswa dan Polres Banjar Sasar Warga Kurang Mampu Bagikan Paket Sembako
Sebagaimana diketahui bersama, per tanggal 3 September 2022 pukul 14.30 WIB, harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi, bensin jenis pertalite dan pertamax mengalami kenaikan. Harga solar subsidi yang sebelumnya Rp. 5.500 naik menjadi Rp. 6.500 per liternya.
Sementara kenaikan pertalite lumayan cukup tinggi mencapai angka 30%, dimana harga sebelumnya Rp. 7.450 naik menjadi Rp. 10.000 per liternya.
Pertamax sendiri meski mengalami kenaikan dari Rp 12.500 menjadi Rp.14.500, tidak begitu berpengaruh secara signifikan, karena bensin jenis ini dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat yaitu mereka yang berpenghasilan menengah ke atas.
BACA JUGA:Tarif Tiket Kereta Api Siap-Siap Naik, Humas PT KAI: Dikaji, Agar Penyesuaian Tarif Tidak Besar
Seluruh masyarakat sebagai konsumen bertanya-tanya, mengapa pemerintah menaikkan harga BBM dua jenis ini padahal konsumsi masyarakat Indonesia terhadap dua jenis bahan bakar ini sangat tinggi. Padahal keadaan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19 belum benar-benar pulih.
Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bahan bakar minyak jenis Pertalite masih mendominasi dari seluruh jenis bensin yang dikonsumsi masyarakat.
Konsumsi Pertalite mencapai hampir 80 persen di antara BBM jenis bensin lainnya seperti Pertamax, Pertamax Turbo dan Premium. Sementara itu Direktur PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, penggunaan Solar mencapai 95 persen dari total konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis diesel.
BACA JUGA:Saat Asma Menyerang, Jaminan Kesehatan Nasional Jadi Andalan
Terdapat beberapa alasan kuat mengapa Pemerintah menaikan harga BBM jenis ‘primadona’ ini.
Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi di beberapa media, bahwa kenaikan ini harus dilakukan untuk mengurangi APBN untuk subsidi BBM yang terus membengkak. Jokowi mengungkapkan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi 502,4 triliun.
Angka ini diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan. Selain itu, kata dia, 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu yang memiliki mobil pribadi. Padahal tujuan utama subsidi BBM ini agar dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah, usaha mikro kecil, petani dan nelayan.