Siapa Membunuh Putri (3) - Kepiting Saus, Anak-anak Panti, dan Sensor Berita

Selasa 06-09-2022,05:30 WIB

Oleh: Hasan Aspahani

PATRON'S Café di mana aku dan Bang Eel malam itu bertemu adalah kafe milik pengusaha dan anggota DPRD Risman Patron. Risman, lelaki asal Bangka. Aktif di paguyuban Tionghoa. Bicara sangat fasih dalam dialek Melayu. Kalau dengar ia bicara tanpa melihatnya orang tak akan mengira ia orang Tionghoa. Cara bicaranya sangat Melayu. Ia malam itu benar-benar menjamu kami. 

Bang Eel memesan bir kaleng. Aku cukup jus melon. Hidangan seafood disajikan dengan cara yang bagiku aneh. Kepiting, kerang, udang, dimasak dalam saus merah lalu dihampar di alas kertas di atas meja. Sebagai anak laut, tinggal dan besar di rumah masa kecil di tepian pantai, saya tak asing dengan makanan laut. Cara menyajikan hidangan di hadapan kami membuat saya teringat tumpukan kotoran berang-berang setelah memangsa kepiting, udang, dan lain-lain. 

Risman malam itu seperti sudah menunggu kami. 

“Ini wartawan baru yang kodenya 'dur'?” katanya sambil menjabat tanganku dan merangkul pundakku. 

“Iya, Bang Risman…”

“Panggil Bang Ameng aja…. Hebat beritamu sudah sebulan lebih soal Sandra…” kata Bang Ameng sambil melirik Bang Eel.

“Abang Ameng satu kampung dengan Sandra? Dia asal Bangka juga kan?” tanyaku.

“Ah, itu Eel yang tahu tuh…” kata Bang Ameng, sambil terus mengembangkan senyumnya yang ramah. 

Saya teringat berita terakhir tadi saya buat tentang bocoran hasil otopsi yang tak pernah diberitakan. Sandra terbunuh dalam keadaan hamil. Kasus pembunuhan Sandra menjadi pembicaraan di kota kami. Koran kami memberitakan dengan cara yang berbeda. 

Sandra adalah mahasiswi di perguruan tinggi swasta. Dia hidup bersama ibunyi, tanpa ayah, dan dua orang adik. Gadis Tionghoa asal Bangka itu, sambil kuliah bekerja sebagai agen asuransi. Rumah yang dia tinggali lumayan mewah. Rasanya agak terlalu mewah untuk seorang gadis yang hanya bekerja sebagai agen asuransi dan menanggung ibu yang tak bekerja dan dua adik yang masih sekolah. Sekolah mahal pula. Dalam pemberitaan saya, saya mendapatkan sumber yang mengarahkan dugaan dia istri simpanan seorang pengusaha di kota kami.

Mayatnyi ditemukan di hutan Bukit Mata Air. Sebuah kawasan yang dicadangkan sebagai hutan kota di pulau kecil ini. Dalam perkembangan pemberitaan, polisi mengumumkan pelakunya sopir taksi gelap. Motifnya: perampokan dan pemerkosaan. Malam kejadian itu, kata polisi, Sandra dijemput oleh si sopir taksi gelap. 

Bang Jon yang mula-mula mendapatkan informasi itu. Ia pegang radio polisi, jadi tiap informasi apa pun yang beredar di antara polisi ia langsung tahu. Pada hari mayat Sandra ditemukan, aku ikut Bang Jon ke TKP. Ini pertama kalinya dalam hidup saya melihat korban pembunuhan. Tentu saya awam tapi saya melihat tak meyakinkan kesimpulan bahwa dia dibunuh karena perampokan dan pemerkosaan. Lagi pula apa yang dirampok? Jam tangan dan tas ranselnya masih ada. Sandra tewas dicekik. 

Pada hari pertama memberitakan kasus itu koran “Metro Kriminal” seperti koran-koran lain memberitakan persis seperti keterangan polisi. Bang Jon yang menuliskannya untuk koran kami. Pada liputan-liputan hari berikutnya, saya tetap ikut bersama Bang Jon, saya heran kenapa banyak fakta menarik yang tak ia tulis. Saya menanyakan itu kepada Bang Jon. 

“Sudah, ikuti aja. Di liputan kriminal ini kita ya memang gini mainnya. Kalau kita nulis yang beda dari info humas Polres bisa ketutup akses kita, mau dapat berita dari mana?” kata Bang Jon. Kala itu kami ngobrol sambil ngopi di kantin Polres. 

Kategori :