"Opsi penaikan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini," ujarnya.
Dasar rencana kenaikan itu, kata dia, karena membengkaknya beban subsidi BBM dari APBN hingga Rp502 triliun karena APBN 2022 memang didesain sebagai penyangga bagi perekonomian masyarakat.
"Yang perlu dicatat, dari angka Rp502 triliun itu yang dialokasikan sebagai subsidi energi sebesar Rp208 triliun."
"Dan dari pagu subsidi BBM Rp208 triliun pada 2022 belum semuanya terpakai," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Mulyani Indrawati apabila BBM subsidi harganya tidak dinaikan, maka akan menggerus APBN Rp198 triliun.
Pihaknya mengungkapkan subsidi BBM senilai Rp502 triliun yang sudah diberikan pemerintah tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pertalite dan solar hingga akhir tahun.
“Kita perkirakan subsidi harus nambah bahkan mencapai Rp198 triliun."
"Kalau kita tidak menaikkan BBM, tidak dilakukan apa-apa, tidak dilakukan pembatasan maka (subsidi) Rp502 triliun tidak akan cukup."
"Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun,” katanya, Selasa 23 Agustus 2022.
Dia menyebutkan, sepanjang tahun 2022 subsidi energi mengalami kenaikan tiga kali lipat. Mulai dari Rp158 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Namun ternyata, dana Rp502,4 triliun belum cukup untuk menutupi kebutuhan subsidi BBM hingga akhir tahun.
Subsidi energi terakhir dinaikkan pada Juli menjadi Rp502,4 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, LPG dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.
Kenaikan subsidi energi menjadi Rp502,4 triliun pada Juli lalu dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 100 dolar per barel, kurs Rp14.450 per dolar AS, dan volume 23 juta kiloliter hingga akhir 2022. (jun)