RADARTASIK.COM - Cagar Budaya Kota Bandung memiliki nilai historinya masing-masing. Tak jarang, beberapa cerita sejarah yang beredar dari mulut ke mulut menimbulkan banyak kekeliruan. Komunitas Aleut merangkul mereka yang ingin mempelajari fakta sejarah dengan konsep yang unik.
Malam masih sangat pagi bagi komunitas Aleut, pada pukul tujuh sekitar 20 orang duduk melingkar di salah satu kafe di Jalan Ambon. Mereka tengah melangsungkan diskusi, tentang beberapa cerita urban populer yang beredar dari mulut ke mulut di tengah warga Kota Bandung.
Diskusi ini bukan perbincangan biasa, sebab Seniman Populer dari Bandung, Pidi Baiq turut hadir bertukar cerita pada malam itu. Topik perbincangan kerap kali berganti, mulai dari sejarah hingga cerita mistis memeriahkan malam yang dingin pasca hujan sore hari itu.
BACA JUGA:Maung Galunggung Temukan 3 Lokasi Nenggak Miras
Tak lama berdiskusi, sekitar pukul delapan malam peserta komunitas Aleut beranjak dari duduknya. Mereka meninggalkan kafe untuk mulai mengelilingi lokasi sekitar yang memiliki sejarah populer di telinga masyarakat. Rombongan yang berisi ragam peserta mulai dari usia 22 hingga 30 tahun itu berjalan kaki dari Jalan Ambon hingga sampai di Gereja Katholik Bebas Santo Albanus Jalan Banda.
Para peserta berhenti di trotoar Jalan Banda yang gelap dan hanya diterangi oleh lampu kendaraan yang lewat, suasana malam itu tampak mencekam. Annisa Almunfahannah salah seorang pemandu, membuka cerita tentang sejarah gereja Santo Albanus.
Termasuk mengenain perkumpulan Teosofi. Teosofi sendiri adalah gerakan yang mengajarkan pesertanya pengetahuan spiritual agar menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga pesertanya tak hanya dari berbagai tokoh-tokoh terkemuka, bahkan dari berbagai agama.
BACA JUGA:Ugal-Ugalan Saat Naik Motor Sambil Mabuk, 3 Pemuda Diamankan Maung Galunggung
“Bangunan ini digunakan oleh kelompok teosofi hingga pada tahun 1930an. Setelah itu markas dipindahkan ke Olcott Park yang sekarang jadi BIP. Setelah kelompok teosofi tidak menggunakan bangunan ini, gereja ini dipakai oleh golongan gereja Katolik Bebas Santo Albanus sampai datangnya pendudukan Jepang,” beber Annisa.
Ketika itu, Jepang melarang pergerakan dari Barat. Jadi kegiatan di gereja ini dibubarkan sehingga tidak terdengar lagi ada aktivitas di gereja ini,” lanjutnya.
Setelah membuat peserta tercuri perhatiannya, ia turut menceritakan urban legend gereja Santo Albanus yang beredar di lingkungan masyarakat. Ia menceritakan beberapa kejadian mistis yang seringkali terdengar dari lingkungan gereja, salah satunya terdengar suara radio antik rusak namun memutar siaran bahasa belanda di malam hari.
BACA JUGA:Haul Pondok Buntet, Airlangga Minta Doa Agar Mampu Jaga Tren Positif Perekonomian
Tak lama setelah Annisa memberikan penuturan, para peserta kembali melanjutkan perjalanan. Berlanjut ke halaman rumah Pram, yaitu bapak berusia 60 tahunan yang tinggal di sebelah Rumah Kentang. Dengan antusias Pram menuturkan fakta sejarah, bahkan benda-benda kuno yang masih ia miliki disebar di meja kecil miliknya untuk dilihat oleh para peserta.
Disela-sela pemberian materi tentang benda kuno yang dimilikinya, ia meluruskan beberapa rumor yang beredar luas di lingkungan masyarakat. “Cerita tentang rumah kentang itu tidak benar. Banyak orang yang menyebarkan rumor berita itu, faktanya wangi kentang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitar sini. Bukan dari rumor anak kecil masuk ke kuali kentang dan tidak bisa diselamatkan,” tegas Pram.
Ia juga meluruskan tentang aliran freemason yang kerap dianggap aliran sesat oleh masyarakat. Ibunya adalah peserta Freemason sendiri, ia menuturkan bahwa Freemason bukan aliran sesat melainkan suatu organisasi sosial yang hanya diisi oleh sejumlah petinggi, untuk membahas beragam aksi filantropis dan mengajak pesertanya untuk berbudi luhur.