Radartasik, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikburistek) Nadiem Makarim kembali menegaskan jika penerapan Kurikulum Merdeka merupakan sebuah tawaran atau opsi bagi pihak sekolah Sehingga pihaknya tidak memaksakan sama sekali kepada sekolah untuk menerapkannya.
Namun demikian Nadiem berharap para pendidik dan kepala sekolah melihat kurikulum ini dari keluasan manfaatnya untuk pemulihan pembelajaran.
“Kami percaya, gurulah yang paling mengerti kebutuhan dan potensi anak didiknya," ujarnya Jumat (13/05/2022) seperti dilansir jpnn.com.
BACA JUGA:Belum Beroperasi, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Sudah Setor Rp5,83 Triliun ke Penerimaan Negara Loh
Oleh karena itu, Nadiem mengaku memberikan keleluasaan yang jauh lebih besar kepada mereka untuk mengembangkan pembelajaran dengan mengedepankan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning).
Kurikulum Merdeka mengedepankan pembelajaran yang jauh lebih memerdekakan, menyenangkan, mendalam, dan relevan untuk para pelajar.
Selain itu Kemdikbudristek juga terus menghadirkan terobosan Merdeka Belajar dan memastikan masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya.
Berkat dukungan berbagai pihak, hingga saat ini ada 19 episode Merdeka Belajar yang menyentuh berbagai aspek transformasi pendidikan.
BACA JUGA:Simak! Tips Produktif tapi Tetap Healing
“Semua mendapatkan hak akan pendidikan berkualitas. Itulah tujuan dari Merdeka Belajar yang sekarang menjadi gerakan bersama,” ujar Nadiem.
Sebagai terobosan pertama yang dinilai paling esensial karena berhubungan langsung dengan upaya peningkatan mutu pendidikan, yaitu Asesmen Nasional, Kurikulum Merdeka, Rapor Pendidikan. Selain itu, bantuan pembiayaan pendidikan seperti dana BOS juga turut menjadi perhatian.
Dengan terobosan tersebut, lanju Nadiem, pembelajaran di sekolah sekarang lebih terfokus pada hal-hal yang esensial, yaitu kemampuan literasi, numerasi dan penguatan karakter, sehingga jauh lebih relevan.
BACA JUGA:Tuai Hasil Transformasi, Kinerja BRI Group Cemerlang
Oleh karena itu ekosistem pendidikan di Indonesia tidak perlu mengkhawatirkan ujian akhir yang menentukan kelulusan murid.
Sebab, Asesmen Nasional sebagai pengganti Ujian Nasional, yang pada 2020 sudah diikuti lebih dari 6,5 juta murid dan 3 juta guru, berfokus pada perkembangan dan perbaikan capaian belajar serta lingkungan sekolah.