Radartasik.com, JOGJAKARTA - Dua pabrik pembuatan obat-obatan terlarang di Jogjakarta berhasil dibongkar Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Selama ini kedua pabrik tanpa izin itu memproduksi sejumlah obat keras, seperti: Hexymer, Trihex, DMP, Double L, Irgaphan 20 Mg.
Berdasarkan informasi, jika diminum obat-obatan terlarang tersebut bisa menimbulkan efek samping berupa : depresi, sulit berkonsentrasi, mudah marah, gangguan koordinasi seperti kesulitan berjalan atau berbicara, kejang-kejang dan cemas/halusinasi,
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, pengungkapan kasus tersebut berawal ketika tim penyidik melakukan penyelidikan dan pengembangan terkait dugaan jual beli obat keras sejenis di daerah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi Jawa Barat dan Jakarta Timur.
Dari hasil penyelidikan tersebut, polisi menangkap pelaku bernama Maskuri dan delapan orang lainnya.
“Mereka ini tak memiliki izin. Tapi mereka menjual obat keras dan terlarang jenis Hexymer, Trihex, DMP, double L. (Padahal jika dikonsumsi) obat terlarang ini bisa menimbulkan efek depresi, sulit berkonsentrasi, mudah marah, gangguan koordinasi seperti kesulitan berjalan atau berbicara, kejang-kejang, cemas/halusinasi,” kata Agus, Agus, kepada wartawan, Senin (27/09/2021).
Usai menangklap Masruri, tim penyidik pun lantas melakukan pengembangan. Hingga didapat informasi jika obat-obatan keras tersebut diproduksi di wilayah Jogjakarta. Berbekal informasi itu, penyidik Bareskrim pun langsung berkoordinasi dengan Polda DIY untuk melakukan pengembangan.
Nah, pada 21 September 2021 sekitar pukul 23.00 WIB, penyidik berhasil menemukan gudang tempat pembuatan obat terlarang itu di Jalan PGRI I Sonosweu, Nomor 158, Ngestiharjo, Kasihan Bantu, Jogjakarta.
Di pabrik itu, polisi mengamankan seorang tersangka bernama Wisnu Zulan dan seorang saksi beranama Ardi. Dari penggeledahan yang dilakukan, polisi menemukan sejumlah obat terlarang. Diantaranya, Hexymer, Trihex, DMP, Doubel L, Igraphan 200 Mg siap edar.
Selain itu, polisi juga menemukan mesin serta bahan baku yang digunakan para pelaku untuk memproduksi obat terlarang itu. “Ada juga kardus kemasan siap pakai,” ujar Direkur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halomoan Siregar.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tersangkan dan saksi pabrik itu dipimpin oleh seseorang bernama Leonardus Susanto Kincoro alias Daud. Lalu polisi pun langsung melakukan pengembangan dan akhirnya berhasil menangkap Daud di Perum Griya Taman Mas, Karang Jati, Dusun Jetis, Desa Taman Tirto, Bantul, Yogyakarta.
Selanjutnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari Daud ternyata masih ada satu pabrik obat-obatan ilegal lagi yang berada di sebuah gudang yang terletak di Jalan Siliwangi, Ring Road Barat, Pelem Gurih, Bayuraden, Gamping, Sleman, Jogjakarta. Polisi pun langung menyelidik tempat yang diduga menjadi gudang itu.
Pada 22 September 2021, polisi menggeledah pabrik tersebut. Dari penggeledahan itu, polisi menemukan obat keras jenis Hexymer, Thirex, DMP, Doubel L. Lalu, polisi juga menyita mesin dan bahan baku serta kardus kemasan siap pakai.
“Daud menyebut pemilik semua pabrik itu adalah Joko Slamet Riyadi Widodo yang adalah abang kandungnya. Kemudian, Joko kami tangkap pada 22 September 2021 Jalan Kabupaten KM 2 dusun biru Desa Tri Hanggo Kec. Gamping, Kab Sleman, Yogyakarta,” tambah Krisno.
Selang beberapa hari kemudian, Krinso menyebut, pihaknya kembali menangkap dan menetapkan Sri Astuti dalam kasus ini. Dia berperan sebagai pemasok bahan baku yang digunakan untuk produksi obat di kedua pabrik tersebut.
Kepada polisi, para tersangka mengaku, pabrik obat keras illegal itu sudah beroperasi selama dua tahun. Dalam sehari, mereka memproduksi dua juta butir obat keras. “Selanjutnya para tersangka dilakukan Penyelidikan dan Penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri,” tambah Krisno.
Dari pengungkapan jaringan peredaran polisi menyita sejumlah barang bukti. Rinciannya, sat unit truk colt diesel dengna nomor polisi AB 8608 IS. Lalu, 30.345.000 butir obat keras yang dikemas menjadi 1.200 colli paket dus.
Kemudian, sembilan mesin cetak pil Hexymer, DMP dan Doubel L, lima buah mesin oven obat, dua buah mesin pewarna obat, satu buah mesin cording/printing untuk pencetak, 300 sak lactose dengan berat total sekitar 800 Kg.
Kategori :