Radartasik.com, BANDUNG — Pemerintah dan masyaraat Jawa Barat diminta harus mulai bersiap-siap menghadapi dan mengantisipasi bencana alam yang disebabkan dari fenomena La Nina yang diprediksi oleh Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan datang di akhir 2021. Apalagi dalam prediksinya BMKG menyebutkan bahwa La Nina kali ini musim yang terjadi cenderung basah atau dengan kata lain intensitas hujan akan naik dari 40-80 persen dari kondisi nornal.
Terkait prediksi terjadinya La Nina tersebut, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah ((Kalakhar BPBD) Provinsi Jawa Barat, Dani Ramdhan mengatakan bahwa upaya untuk mengantisipasi terjadinya bencana harus menggunakan paradigma baru, yakni mengurangi risiko bencana dengan mitigasi dan bukan lagi pada penanggulangan pascabencana.
“Pengurangan risiko bencana itu lebih menekankan kepada upaya-upaya pencegahan terjadinya bencana. Jadi, segala upaya yang dilakukan prabencana seperti pelestarian lingkungan” tuturnya.
Dani menjelaskan bahwa lebih dari 90 persen bencana yang terjadi di bumi bersumber dari kerusakan alam. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan adalah melestarikan alam. “Upayanya adalah mencoba menyeimbangkan kembali antara kebutuhan manusia yang bersumber dari alam dengan pelestarian alam. Artinya manusia boleh mengeksplotiasi alam untuk kebutuhannya, tetapi tetap harus dibarengi dengan pelestarian,” jelas Dani.
Dia menyebut, sebagian besar bencana di Jawa Barat adalah bencana hidrologi atau selalu berkaitan dengan air seperti banjir, tanah longsor, tanah bergerak, bahkan tsunami. “Bencana yang terjadi akibat air tidak lagi bisa ditahan karena pohon-pohon semakin berkurang,” katanya.
Ditambah lagi, musim kemarau saat ini disebut sebagai kemarau basah, yang artinya tetap membawa potensi hujan ringan sedang dan besar. Jawa Barat sebagai daerah rawan bencana sudah bersiap menghadapi bencana alam, disamping tetap harus menghadapi bencana nonalam wabah penyakit akibat virus Covid-19.
“Kita sudah mengantisipasi dengan berbagai langkah, di antaranya penyiapan SDM terutama di kabupaten/kota, penyiapan alat, dan penyiapan mitigasi termasuk logistik. Titik beratnya ada di BPBD kabupaten/kota,” ungkapnya.
Lebih lanjut Dani menerangkan, bahwa berdasarkan peta potensi bencana, hampir semua daerah di Jawa Barat memiliki potensi bencana yang ditandai dengan warna merah.
“Terutama di daerah non-perkotaan, hampir semua warnanya merah. Di daerah-daerah merah itulah kita antisipasi dengan kesiagaan bencana” pungkasnya.
Perlu diketahui, Jawa Barat sendiri saat ini sedang menuju provinsi berbudaya tangguh bencana yang dituangkan ke dalam konsep Jabar Resiliance Culture Province (JRCP). Dalam penyusunan cetak biru JRCP melibatkan semua stakeholders.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun telah mengonsepkan JRCP mencakup pendidikan masyarakat dan preventif bencana, pendidikan di sekolah, infrastruktur pengendali, penguatan kelembagaan pemerintah mencakup regulasi, pembangunan berkelanjutan 3P: planet — people — profit, serta anggaran. (jun/rc)