radartasik.com, TASIK — Pemotongan bantuan hibah bagi yayasan atau lembaga di Kabupaten Tasikmalaya seperti sudah membudaya.
Di kala publik sempat digegerkan kasus manipulasi dana hibah Tahun 2018, kini bantuan hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 pun terjadi pemotongan mulai 45 sampai dengan 50 persen.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Provinsi Jawa Barat atas pengelolaan keuangan Tahun 2020, Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah terbesar yang mendapat bantuan hibah terhadap lembaga.
Yakni dengan total 222 penerima dengan alokasi bantuan sebesar Rp41.081.388.820,00.
Proses pemotongan pun dilakukan saat penarikan dana hibah oleh pihak penerima.
Kemudian BPK melakukan konfirmasi secara uji petik kepada 30 lembaga penerima hibah sebesar Rp8.476.868.000,00, pada empat kecamatan yakni Sukarame, Sodonghilir, Sariwangi dan Sukaraja, untuk memastikan bahwa hibah telah tepat sasaran dan tepat jumlah.
Namun, pada hasil konfirmasi ditemukan terdapat 19 lembaga penerima hibah yang menyatakan dari besaran nilai hibah yang seharusnya diterima, dilakukan pemotongan oleh pihak tertentu sebesar 45 sampai dengan 50 persen, dari total yang harus diterima 19 lembaga tersebut sekitar Rp3,2 miliar.
Pihak tertentu itu, merupakan orang yang menawarkan bantuan hibah kepada calon penerima termasuk menyiapkan usulan proposal beserta dokumen persyaratan.
Setelah ditetapkan sebagai penerima hibah dan sudah diajukan proposal pencairan, pihak tersebut memberikan informasi besaran hibah yang akan diterima kepada penerima hibah sekaligus meminta bagian dari nilai realisasi hibah yang diterimanya.
Beberapa penerima hibah yang diwawancarai BPK, menyatakan pihak yang melakukan pemotongan tersebut mendampingi penerima hibah pada saat melakukan penarikan dana hibah yang telah ia terima di rekening.
Kemudian penerima hibah langsung memberikan pihak tertentu tersebut, dengan penyerahan uang yang dilakukan di lokasi yang ditentukan pihak pemotong.
Selanjutnya, beberapa penerima hibah menyatakan bahwa atas uang yang telah diterima dan dicairkan oleh penerima, dikumpulkan kepada satu orang koordinator untuk kemudian diserahkan kepada pihak tertentu.
“Ini seolah sudah menjadi budaya, perbuatan melawan hukum yang diulang-ulang tanpa kenal kapok,” kata Pengajar Sekolah Politik Anggaran (Sepola) Perkumpulan Inisiatif Bandung, Nandang Suherman kepada Radar, Minggu (12/9/2021).
Menurut dia, BPK merinci kronologis temuan adanya pemotongan pada 19 lembaga di Kabupaten Tasikmalaya ini secara terperinci.
Ia menduga lembaga audit tersebut sudah mendapat informasi tentang perilaku di Tasikmalaya yang membudaya sunat bantuan lembaga.
“Kalau kita analisa, modus yang digunakan, aktor-aktor yang berperan menggunakan pola sama. Ini melibatkan adanya politisi, kiai, bahkan pengacara yang menjamin penerima hibah aman dalam menerima bantuan tersebut dengan inisial EA,” analisanya.
Kategori :