radartasik.com - BEGITU takut mereka pada Taliban. Ribuan orang. Mereka lari berdesakan ke bandara internasional Kabul. Cari selamat.
Tujuh orang tidak selamat. Mereka meninggal di bandara itu. Bukan oleh Taliban, tapi akibat kepanikan mereka sendiri: mereka berkeras ingin masuk pesawat.
Pun ketika pintu pesawat itu sudah ditutup.
Bahkan ketika roda pesawat pun sudah mulai bergerak mereka masih mengejarnya. Ratusan orang masih menghadang.
Sebagian masih mencoba menaiki dinding pesawat. Sebagian lagi seperti ingin ikut terbang dengan cara melekatkan badan di dinding luar pesawat itu.
Di foto lain terlihat bagaimana orang berjejal memenuhi garbarata —belalai menuju pintu pesawat. Yang tidak bisa masuk dari dalam, menaiki tangga dari luar. Tanpa visa. Tanpa paspor. Apalagi tiket.
Ribuan orang memenuhi bandara itu. Ingin meninggalkan Afghanistan. Mereka tidak mau mengulangi masa kelam di bawah pemerintahan Taliban yang kejam.
Bandara macet. Landasan tidak bisa dipergunakan. Akhirnya tentara Amerika mengamankan bandara itu.
Kemarin pesawat-pesawat militer sudah bisa datang menjemput personel Amerika yang masih tersisa di Afghanistan.
Selebihnya harus menerima keadaan: kembali pulang ke rumah masing-masing. Sambil cemas. Waswas. Menunggu nasib.
Kedutaan Amerika di sana segera mengeluarkan pengumuman: yang boleh ke bandara hanyalah yang sudah mendapat pemberitahuan.
Bandara pun kembali sunyi.
Belum ada pemerintahan apa pun di Afghanistan —sejak presiden hasil Pemilu lari meninggalkan negara itu hari Minggu lalu.
Tapi sudah beredar di medsos agar semua penduduk tetap di rumah masing-masing. Rumah juga harus dikunci. Agar tidak menjadi sasaran penjarahan dan perampokan.
Selebihnya aman. Tidak ada laporan tindak kekerasan. Sampai tadi malam, menurut pantauan media di Pakistan dan India, Afghanistan tetap aman.
Duta Besar Indonesia di Kabul, Mayjen Arif Rachman, juga menyatakan baik-baik saja. Saya menelepon sang duta besar kemarin.
Kategori :