Selfie dan Kantuk yang Berujung Maut

Selfie dan Kantuk yang Berujung Maut

MUSTOFA Haris menuliskan nama putri sulungnya: Linda Pravitasari. Di atas nisan itu. Remuk hatinya. 

”Saya malah tidak tahu anak saya berangkat liburan,” kata Mustofa lirih kepada Jawa Pos Radar Mojokerto sambil pandangannya tetap mengarah ke nisan.

Linda yang bekerja sebagai sales kacamata tinggal bersama budenya di Gang II, Kelurahan/Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Mustofa bersama istri, Maisyaroh, berdomisili di Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Pada Selasa (25/05/2021) sekitar pukul 24.00, dengan menaiki sebuah mobil, lajang 26 tahun itu bersama enam tetangganya berangkat ke Malang untuk liburan.

Destinasi yang dituju adalah Pantai Batu Bengkung, Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Linda dkk sengaja berangkat malam untuk mengejar momen sunrise atau matahari terbit di pantai di kawasan selatan Malang tersebut.

Dalam status WhatsApp yang diunggahnya pada pukul 06.04, Linda sedang berfoto di pantai. Dan, itulah unggahan status terakhir Linda. Dia terseret ombak bersama setidaknya lima orang lain.

Jawa Pos Radar Malang melaporkan, petaka itu bermula ketika sejumlah wisatawan hendak selfie di area bukit Batu Bengkung untuk mengabadikan momen matahari terbit.

Tiba-tiba, ombak besar datang dan menyapu enam wisatawan.

”Saat naik, ombaknya masih surut. Tapi, saat kembali, datanglah ombak yang begitu besar hingga enam orang itu terhanyut,” ujar Kasatpolair Polres Malang AKP Totok Suprapto kepada Jawa Pos Radar Malang.

Lima di antara enam orang yang terseret tersebut adalah muda-mudi asal Mojokerto Raya dari dua rombongan berbeda.

Tiga korban berhasil ditemukan. Dua orang di antaranya meninggal: Linda dan Azizah (21), mahasiswi Institut KH Abdul Chalim, Pacet, Kabupaten Mojokerto.

Aprilia Dwi Jayanti (23) warga Kelurahan/Kecamatan Kranggan, rekan satu rombongan Linda, ditemukan dalam kondisi kritis dan masih dirawat di RSUD dr Saiful Anwar, Kota Malang.

Dua korban hilang dari Mojokerto Raya sampai berita ini selesai ditulis adalah Maulana Muhammad Al Faridzi (20) dan Fikri (20).

Keduanya juga tercatat sebagai mahasiswa Institut KH Abdul Chalim.

Satu korban hilang lainnya, Dimas, berasal dari rombongan asal Kota Batu, Jawa Timur.

Pencarian para korban hilang itu dilanjutkan hari ini.

Siangnya, sekitar pukul 13.00, masih di Kabupaten Malang, kecelakaan lain yang merenggut lebih banyak nyawa lagi juga terjadi.

Di Jalan Wringinanom, Kecamatan Poncokusumo, sebuah mobil pikap Mitsubishi L300 bernopol N 9610 BD menabrak sebuah pohon di kiri jalan. 

Mobil pikap itu diketahui mengangkut 12 penumpang, yang mayoritas merupakan warga Desa Ledoksari, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.

Akibat kecelakaan tersebut, hingga tadi malam petugas mencatat delapan orang meninggal. Mereka adalah Sumiati (59); Tuni (59); Anik Andriyani (56); Luluk Hermawati (55); Atik Rositah (51); Dahayu Ainun Condro (8); Elisa Wiji Utami (44); dan Khansa (7).

”Semuanya (korban meninggal) sempat dibawa ke RS Sumber Sentosa, Tumpang, dan RSUD dr Saiful Anwar, Malang,” terang Kapolsek Poncokusumo AKP Sumarsono kepada Jawa Pos Radar Malang.

Sementara itu, empat warga lain masih mendapat perawatan intensif di RSUD dr Saiful Anwar, Malang. Termasuk Mochamad Asim (44) warga Desa Ranu Pani, Kabupaten Lumajang, yang menjadi sopir mobil pikap tersebut.

Mayoritas orang dalam rombongan itu masih berkerabat. Rombongan tersebut baru pulang arisan di Desa Ranu Pani.

Sumarsono menjelaskan kecelakaan tidak disebabkan rem blong. Sopir diketahui mengendarai dalam keadaan mengantuk. Pikap pun melaju tidak terkendali dan terjadilah kecelakaan tunggal dengan menabrak pohon di pinggir jalan.

Menurut dia, delapan mahasiswa yang diketahui berangkat dengan mengendarai empat sepeda motor itu berlibur ke Malang untuk mengisi liburan panjang.

Sementara, di Gang 2 Kranggan, Kota Mojokerto, tenda langsung didirikan di rumah duka dan sebagian lainnya berangkat ke tempat pemakaman umum setempat.


Kursi-kursi ditata dan keranda didatangkan. Ibu-ibu sibuk merangkai mawar, lainnya datang dengan muka tertunduk. 

Di rumah duka itu, mereka tak banyak bicara. Dan, Mustofa Haris hanya bisa bertafakur di hadapan nisan tempatnya menorehkan nama sang putri. (jawa pos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: