JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikukuh untuk memecat 51 anggota yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) . Padahal sebelumnya Presiden Jokowi telah memberikan arahan agar anggota KPK yang tak lolos, tidak langsung dipecat.
Penyidik senior, Novel Baswedan menilai, hal itu telah didesain untuk menyingkirkan pegawai yang tidak lolos TWK.
“Walaupun pak Presiden sudah arahkan, oknum Pimpinan KPK tetap ngotot untuk singkirkan pegawai KPK dengan justifikasi TWK. Ini sudah diduga, dan makin tampak by design,” jelas Novel Baswedan, Rabu (26/05/2021).
Dia menilai, upaya untuk menyingkirkan 51 pegawai KPK merupakan tahap akhir dari pelemahan KPK. “Ini tahap akhir pelemahan KPK, maka harapan masyarakat harus diperjuangkan hingga tahap akhir yang bisa lakukan,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata enggan membeberkan nama-nama 51 pegawai KPK yang dipecat.
“Jadi untuk nama-nama sementara tidak kami sebutkan dulu. Baik yang masih 24 orang yang masih bisa dilakukan pembinaan, maupun 51 dinyatakan asesor tidak bisa dilakukan pembinaan,” kata Alex di Kantor BKN, Jakarta, Selasa (25/05/2021).
Alex, mengatakan keputusan yang diambil dari rapat bersama itu berdasarkan pertimbangan dan pendapat dari hasil pemetaan para asesor terhadap pegawai KPK.
Hasilnya, kata Alex, 24 pegawai dari 75 yang tak lolos TWK masih memungkinkan dibina sebelum dialih status jadi ASN.
“Sedangkan yang 51 orang ini dari asesor warnanya sudah merah, yang tidak dimungkinkan melakukan pembinaan,” ujar Alex.
Sementara itu menanggapi akan dipecatnya 51 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) , aktivis 1998 yang juga pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, kebijakan tersebut adalah prank alias sebuah lelucon belaka. Hal ini mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menekankan agar hasil TWK tidak dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.
“Rakyat Indonesia, khususnya pegiat antikorupsi, kena prank lagi. Akhirnya BKN dan KPK menetapkan 51 dari 75 staf KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos TWK tetap diberhentikan. Tak ada alasan baru dari penetapan ini,” ungkap Ray Rangkuti melalui pesan singkatnya, Rabu (26/05/2021).
Menurut Ray, pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK tetap merujuk pada hasil TWK. Tidak ada dasar lain atas pemecatan tersebut. Hal tersebut, ditekankan Ray, bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
“Instruksinya jelas dan tegas, ini kata Jokowi 'Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes,' bunyi pernyataan itu,” ungkapnya.
“Hampir tidak ada tafsir lain dari pernyataan ini kecuali 75 pegawai KPK tersebut harus diterima sebagai ASN. Tak ada tafsir lainnya,” imbuhnya.
Keputusan ini, kata Ray, menandakan instruksi Presiden Jokowi tak dijalankan. Atas dasar itu, pendiri LSM Lingkar Madani (Lima) ini meminta agar Presiden Jokowi menegur keras para anak buahnya.
“Dengan kenyataan ini, tentu sangat tergantung pada presiden. Bahwa pembantu presiden dengan kasat mata tidak menindaklanjuti presiden, sudah semestinya diberi teguran keras dan sanksi tegas,” ungkapnya.
Ray juga meminta agar Presiden Jokowi membatalkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Presiden Jokowi, dinilai Ray, punya kewenangan penuh terhadap pembatalan SK pemberhentian 51 pegawai KPK tersebut.
“Tapi jika presiden tidak mengambil tindakan apapun, khususnya pembatalan SK baru pemberhentian 51 pegawai KPK yang dimaksud, tentu pernyataan presiden tanggal 17/05/2021 lalu, hanya basa basi. Sekedar mengerem kritik publik atas hasil TWK yang dimaksud, tanpa ada keinginan yang sesungguhnya untuk menyelamatkan pegawai KPK seperti amanah MK,” beber Ray.
“Tentu kenyataan ini menambah catatan prank pemerintah terhadap rakyat Indonesia. Setidaknya telah terjadi dua kali prank pemerintah atas KPK: revisi UU KPK dan TWK staf KPK. Prank lain adalah revisi UU ITE yang belum nampak perkembangan signifikannya, hingga hari ini. Kami capek diprank, Pak Presiden!” pungkasnya. (riz/fin)