Soal RSJK, Polisi Kota Tasik Dalami Laporan Demi Hamzah

Soal RSJK, Polisi Kota Tasik Dalami Laporan Demi Hamzah

TASIK — Polisi mulai bergerak dan menyelidiki pelayanan dan penanganan pasien Covid-19 di Rumah Sakit Jasa Kartini (RSJK). Hal ini berkaitan dengan adanya laporan dari keluarga Demi Hamzah Rahadian yang menduga ada pelanggaran.


Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Septian mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dan dokumen-dokumen dari pelapor (Demi Hamzah, Red). Pihaknya tentu akan menindak lanjut laporan tersebut. “Oh ya, kita sudah terima laporannya,” ungkapnya kepada Radar, Selasa (4/5/2021).

Persoalan ini pun, kata Septian, sedang diselidiki oleh anggotanya di Satuan Reskrim Polres Tasikmalaya Kota. Sementara ini, pihaknya belum bisa banyak memberikan keterangan lebih detail. “Kita lagi selidiki dan dalami dulu,” terangnya.

Sementara itu, Demi Hamzah menekankan bahwa RSJK tidak memiliki izin operasional laboratorium untuk pemeriksaan Covid-19. Sehingga tidak punya kewenangan menyatakan pasien positif atau negatif. “Yang ada izin alat, jangan samakan dengan izin operasional,” tuturnya.

Hal itu, sambung Demi, bukan saja dia temukan di website Litbangkes, dimana RSJK tidak masuk dalam daftar. Pihaknya juga diberi tahu oleh petugas rumah sakit soal belum adanya izin operasional. “Kan sebelumnya ada dari rumah sakit (RSJK) yang datang ke rumah, saya tahu dari situ,” ujarnya.

Demi menyebutkan beberapa klarifikasi dari pihak RSJK yang tidak berdasarkan bukti. Padahal seharusnya pihak rumah sakit bisa memberikan keterangan dengan disertai bukti.

Sebagaimana diketahui, Wadir Pelayanan RSJK dr Faid Husnan didampingi Wadir Umum Gingin Ginanjar menjelaskan bahwa hasil yang berbeda bisa saja terjadi. Ketika alat yang digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda. “Kami menegaskan bahwa hasil pemeriksaan positif, tidak ada rekayasa,” ujarnya kepada wartawan, Senin (4/5/2021).

Pihaknya membantah jika tidak memiliki izin laboratorium untuk memeriksa Covid-19. Dia menegaskan sudah memiliki nomor AKL, rekomendasi Kemenkes juga WHO. “Dan ada edaran Litbangkes yang menyebutkan bahwa alat yang kami gunakan sudah terdaftar,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya Demi Hamzah Rahadian melaporkan Rumah Sakit Jasa Kartini (RSJK) ke Polres Tasikmalaya Kota, Senin (3/5/2021). Hal ini berkaitan dengan penetapan almarhum ibunya Hj Ucu Rohani sebagai pasien Covid-19 serta penanganannya yang dianggap bermasalah.

Hal ini bermula ketika 6 April 2021 ketika ibunda Demi Hamzah, Hj Ucu Rohani (alm) mengalami demam dan menghubungi Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya, Satgas membawa Hj Ucu ke UPTD Labkesda Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya.

Selama menunggu hasil pemeriksaan, Hj Ucu ditempatkan di Puskesmas Cibalong. Diketahui hasil pemeriksaan pasien negatif Covid-19 dan Puskesmas menyarankan pasien agar berobat ke dokter ahli dalam.

Tanggal 7 April 2021, Hj Ucu pun dibawa ke salah satu dokter penyakit dalam yang berlanjut dirujuk ke Rumah Sakit Jasa Kartini (RSJK). Pasien pun ditangani di ruang isolasi IGD dengan protokol kesehatan. Hal ini, disebutkan anjuran dari dokter yang memberikan rujukan.

Perawat RSJK memberitahukan bahwa Hj Ucu dinyatakan positif Covid-19. Pihak rumah sakit pun menempatkan pasien di ruang khusus isolasi pasien Covid-19.

Selama di ruang isolasi, pihak rumah sakit menganjurkan salah satu keluarga pasien untuk menunggu di ruang isolasi. Hj Ucu pun ditemani anaknya yakni Fitri Dewi di ruang isolasi 7-11 April 2021.

Pihak keluarga sempat meminta surat keterangan yang menyatakan Hj Ucu positif Covid-19. Namun pihak RSJK tidak juga memberikannya, pasien hanya dinyatakan positif Covid-19 secara lisan saja.

Mengingat kondisi Hj Ucu semakin kritis, pihak keluarga direkomendasikan membeli obat actemra yang harganya mencapai Rp 12 juta. Diketahui obat tersebut merupakan jenis yang tidak direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan.

Karena berpikir untuk kesembuhan Hj Ucu, pihak keluarga pun menyetujui. Namun setelah disetujui ternyata obatnya tidak ada, padahal disebutkan kondisi pasien sudah kritis.

Pada 14 April 2021 duka meliputi keluarga pasien, Hj Ucu menghembuskan nafas terakhirnya di RSJK. Demi Hamzah mengaku sudah ikhlas dengan apa yang terjadi. “Tapi kalau ada kelalaian patut diungkap dengan penegakan hukum,” ujarnya kepada Radar, Senin (3/5/2021).

Demi hanya ingin RSJK memiliki pelayanan lebih baik sebagaimana perjuangan para pendirinya. Jangan sampai ada oknum-oknum yang melakukan tindakan di luar prosedur karena suatu hal. “Tidak ada niatan apapun (pelaporan ke polisi, Red) kecuali untuk kemaslahatan dan kebaikan,” terangnya.

Dia khawatir, ke depan ada warga yang terbilang polos dan malah dipermainkan. Ini tentunya bukan hal yang baik bagi pelayanan kesehatan. “Jangan sampai ada warga lain yang mengalami apa yang kami alami,” katanya.

Soal proses hukum, kata Demi, dia hanya memberikan bukti-bukti dugaan pelanggaran. Soal tindak lanjutnya, dia serahkan kepada aparat penegak hukum tanpa ada intervensi apapun. “Saya yakin dalam hal ini polisi profesional dan melaksanakan tugasnya dengan baik,” katanya.

Dijelaskan Demi, pihak keluarga baru menerima surat keterangan positif Covid-19 dari RSJK seminggu setelah pasien meninggal dunia. Padahal dokumen itu sudah dimintanya sejak ibunya dinyatakan positif Covid-19. ”Katanya belum ada print out-nya, faktanya tanggal 7 (April) 2021 pukul 16.00 mereka sudah print out,” terangnya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: