Cerita Mantan Komandan KRI Nanggala 402 Asal Tasik, Kolonel Iwa Kartiwa

Cerita Mantan Komandan KRI Nanggala 402 Asal Tasik, Kolonel Iwa Kartiwa

KOTA TASIK - Mantan Komandan Satuan Kapal Selam (Satsel) Koarmada II sekaligus Mantan Komandan KRI Nanggala 402 Kolonel Laut (P) Iwa Kartiwa, terbaring lemah akibat penyakit yang dideritanya selama ini di kediaman keluarganya wilayah Jati Indihiang, Kota Tasikmalaya. 

Iwa selama ini dikenal sebagai perwira Angkatan Laut di kampung halamannya Tasikmalaya, sekaligus adik kandung kelima dari Mantan Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal (Irjen) Purnawirawan Anton Charliyan. 

Kondisi kesehatannya sampai sekarang tak membaik dan hanya bisa berbaring dengan kondisi tak berdaya, diurus oleh istri dan anak-anaknya. 

"Iya, Iwa itu adik kandung saya dan dia juga sebagai salahsatu petugas pelopor kapal selam di Indonesia," ujar Anton kepada wartawan saat dihubungi via telepon whatsapp, Jumat (30/04/21) sore.

"Iwa sekarang terbaring sakit dan saat mendengar insiden KRI Nanggala. Kami langsung nangis. Namun, mereka sudah tahu risiko pasukan khusus kapal selam itu gadaikan hidupnya dengan maut," sambungnya.

Anton mengaku mengetahui betul karena selama ini selalu berkumpul dengan Iwa dan rekan-rekannya serta berbagai cerita tentang kondisi menjadi pasukan khusus kapal selam. 

Adiknya merupakan lulusan Akademi Militer Angkatan Laut Tahun 1991 dan sepanjang karirnya menjadi orang terpilih di pasukan khusus kapal selam Indonesia. 

"Jadi selain pernah menjadi komandan Kapal Selam KRI Nanggala 402, Iwa juga pernah menjadi komandan kapal selam milik Indonesia lainnya sampai akhirnya menjabat sebagai Dansatsel (Komandan Satuan Kapal Selam) TNI AL," terangnya.

Iwa dan teman-temannya, kata dia, adalah orang yang gadaikan hidupnya langsung selama bertugas di kapal selam.

Menurut Anton, selama ini pasukan khusus kapal selam saat bertugas sangat mengetahui risikonya selama menyelam di bawah lautan. 

Berbeda dibandingkan dengan kapal lainnya atau tugas lainnya yang jika ada sesuatu ada celah untuk menyelamatkan diri. 

"Tapi kalau kapal selam itu mereka tahu saat sudah masuk dan bertugas tidak ada celah untuk selamat jika sedang berada di dalam air," tambah Anton. 

Di kapal selam itu, jelas dia, jika personel keluar langsung pecah tubuhnya karena tekanan air bawah laut. Kalau mesin mati langsung tidak bisa selamat

Makanya, Anton dulu sempat keheranan karena adiknya dan rekan-rekannya sangat rajin berpuasa sunah Senin Kamis dan selalu mendekatkan dirinya ke Pencipta.

Dirinya pun langsung mengetahui alasannya bahwa tugas yang dulu jumlahnya hanya 150 orang di Indonesia sebagai pasukan khusus kapal selam saat bertugas menggadaikan hidupnya selama berada di dalam air. 

"Mereka gadaikan hidup dengan maut. Mereka kenapa lagi dinas puasa terus Senin-Kamis, saya baru tahu alasannya. Mungkin saat berdinas berhadapan dengan maut. Maka saat kejadian itu nangis di rumah meski sedang sakit didampingi saya. Dulu katanya jumlahnya 150 orang, sekarang ada 300 orang pasukan khusus kapal selam di Indonesia," jelasnya. 

Anton berharap, pemerintah supaya bisa lebih memerhatikan para anggota pasukan khusus kapal selam yang selama ini mendedikasikan jiwa raganya bagi Negara dalam menjaga kedaulatan.
 
"Mereka memang paling tidak ada celah di saat ada masalah kapal selam sedang bertugas di bawah laut. Berbeda dengan pasukan-pasukan khusus lainnya yang masih ada peluang untuk menyelematkan diri," pungkasnya. 

(rezza rizaldi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: