Ia menyayangkan dampak dari keterlambatan pemerintahan Kota Tasikmalaya yang disebabkan kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak taktis, dan takut dalam mengeksekusi anggaran.
Apalagi kewajiban pembayaran hak pegawai, tunjangan, termasuk pencairan atas kegiatan pihak ketiga yang sudah terealisasi sejak 31 Desember merupakan kegiatan normatif dan tidak berkonsekuensi pidana.
“Sepanjang ini peruntukannya jelas, lurus dan tidak neko-neko tidak akan sampai dipenjara. Kan jelas kegiatannya sudah selesai, dananya ada di kas daerah, loh kok malah seolah dipersulit sendiri,” keluh Jubaedi yang juga Sekretaris Pengurus Daerah Pemuda Panca Marga (PD PPM) Jawa Barat tersebut.
Jubaedi menuturkan di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, seharusnya Pemkot taktis dan responsif dalam menggulirkan program kegiatan, dimana dapat secara simultan memutarkan roda perekonomian daerah lebih bergeliat.
Apalagi, banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan pemerintah baik pengadaan barang atau jasa, termasuk konstruksi. “Aspek sosial dan ekonominya tolong diperhatikan. Mereka para rekanan kan sudah berdayakan pekerja, supaya berkehidupan apalagi kondisi masih pandemi begini. Persoalannya bukan karena Plt wali kota-nya, beliau sudah koordinatif, ini kepala OPD saja yang kaku dan takutan,” papar Jubaedi.
“Kenapa tidak di-siasati misal konsul dengan aparat penegak hukum, mereka paham hukum, pengacara negara, supaya ada legal standing yang jelas dalam menguatkan upaya ini. karena ini bukan kepentingan siapa, tapi kelangsungan daerah dan untuk masyarakat, kegiatan normatif kok seolah jadi sulit sekali,” sambung dia dengan nada meninggi.
Dia menceritakan kerap berdiskusi dengan Plt wali kota membahas kendala kebirokrasian di daerah. Sejatinya H Muhammad Yusuf tidak ada kendala akan pencairan-pencairan semacam itu, selagi jelas dan sesuai koridor, ia siap menandatangani setiap usulan pencairan.
”Kalau dibiarkan asumsi publik akan berpikir macam-macam. Bahkan bisa jadi seolah unsur kesengajaan, fantastis saja Rp 13 miliar kalau mengendap itu bunganya seperti apa, apalagi kalau didepositokan. Ini terkesan ada kongkalingkong,” analisisnya.
“Ini kan uang rakyat, yang harus dibayarkan ke rakyat juga. Alokasinya jelas, kok jadi ribet dan berlarut-larut,” sambung dia.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya Bagas Suryono menyayangkan lambatnya pencairan di birokrasi berdampak terhadap beragam aspek, terutama perputaran perekonomian masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
”Ketika kemarin mentok saat konsultasi ke Kemendagri, harusnya improvisasi supaya kelambatan ini tidak berlarut dan berdampak ke berbagai aspek,” kata dia.
Bagas mengatakan ketika muara keterlambatan lantaran kewenangan Plt wali kota terbatas aturan Kemendagri, Pemkot seharusnya bisa melobi atau menyampaikan aspirasinya terhadap DPR RI atau DPD. Meski kemungkinan belum pasti, minimal daerah sudah memaksimalkan upaya, dan tidak begitu saja menerima kondisi yang terjadi.
“Kan begini, ketika Kemendagri saklek Plt seolah kewenangannya terbatas, harus cerdas membaca situasi, menempuh jalur lain supaya kelangsungan roda pemerintahan bisa kembali stabil. Tidak ada salahnya ikhtiar-ikhtiar lain ditempuh, bukan sebatas menunggu,” keluh politisi PAN tersebut.
Menurut dia, Kota Tasikmalaya yang dipimpin Plt wali kota, bukan seperti kasus di daerah lain yang dijabat plt kepala daerah karena sedang Pilkada. Dia berharap ketika eksekutif serius menyampaikan persoalan, dan melakukan upaya maksimal, pusat bisa memahami.
“Siapa tahu aturannya bisa diklasifikasi, karena kondisi kita Plt-nya bukan karena Pilkada. Harusnya dari awal terprediksi ada kendala semacam ini, dimulai ketika telat mencairkan gaji, sekarang ya bertumpuk telat pencairan kewajiban tahun lalu, belum kebijakan lain,” kata dia. (igi)