Gianluigi Buffon: Gantung Sepatu Jadi "Kematian Pertama" bagi Pemain Bola
Gianluigi Buffon --Tangkapan layar Instagram
RADAR TASIK.COM - Kiper legendaris Juventus, Gianluigi Buffon, menyebut bahwa keputusan gantung sepatu menjadi "kematian pertama" bagi seorang pemain bola.
Dalam peluncuran autobiografinya yang berjudul “Cadere, rialzarsi, cadere, rialzarsi” (Jatuh, bangkit, jatuh, bangkit), Buffon menceritakan kesulitan yang dialaminya setelah memutuskan pensiun dari dunia sepak bola.
Ia menggambarkan pensiun sebagai "kematian pertama" bagi seorang atlet karena kebingungan dalam menjalani rutinitas baru setelah tidak lagi menjadi pemain.
Buffon menjelaskan bahwa tantangan utama bukanlah kehilangan semangat kompetitif, tetapi mencari cara untuk mengisi waktu sehari-hari.
Namun, Buffon akhirnya menyadari bahwa masa pensiun memberinya kesempatan untuk belajar dan menemukan peran baru, seperti menjadi bagian dari tim nasional Italia.
"Bagi seorang pria berusia 45 tahun, pensiun adalah hal yang dianggap wajar oleh semua orang. Setahun setengah setelah pensiun, saya merasa jauh lebih tenang dibandingkan 15-16 bulan lalu," kata Buffon, dikutip dari Calciomercato.
"Bagi seseorang yang menjalani kehidupan seperti yang saya jalani, pensiun adalah kematian pertama yang harus dihadapi," lanjutnya.
"Karier seorang atlet berakhir ketika usianya masih cukup muda. Kesulitannya bukan hanya kehilangan semangat tertentu, tetapi bagaimana mengisi hari-hari."
"Selama 30 tahun, hari-hari saya diatur oleh orang lain. Tiba-tiba, saya memiliki 24 jam untuk diisi sendiri… Maka dari itu, saya mengikuti semua kursus yang bisa diikuti," tambahnya.
"Dan sekarang saya yakin bahwa keputusan saya setahun setengah lalu, yaitu mengambil peran di tim nasional, adalah pilihan terbaik," ujar Buffon.
Buffon juga mengakui bahwa keputusannya untuk bertahan di Juventus saat klub tersebut terdegradasi ke Serie B adalah momen penting dalam kariernya.
Secara profesional, ia menyadari bahwa ia kehilangan kesempatan bermain di level kompetisi Eropa selama beberapa tahun. Namun, keputusan itu membuatnya bangga karena ia tetap setia pada klubnya.
"Itu bukan pilihan yang mudah. Secara profesional, saya merasa kehilangan sesuatu; saya keluar dari radar Eropa selama 2-3 tahun," ungkapnya.
"Tetapi pilihan itu memungkinkan saya untuk kembali ke rumah, melihat diri saya di cermin, dan merasa bangga pada diri sendiri," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: