Cerita Kampung Tua di Kampung Dumaring, sebagai Kawasan Benteng Perlawanan Penjajah
Himpunan suku asli Dumaring dari Kerukunan Keluarga Pati Raja atau Kekal Pati saat patroli kawasan tanah ulayat di Kampung Dumaring bulan Maret 2024 lalu. -radartasik.com-soni herdiawan
BERAU, KALTIM, RADARTASIK.COM – Kampung Tua di Kampung Dumaring, Kecamatan Talisayan, Kabupaten BERAU, Kalimatan Timur, merupakan pemukiman tua. Tanah ulayat Pati Raja merupakan jejak peradaban masyarakat ratusan tahun lalu saat masa penjajahan Belanda.
Pemerintah Kampung Dumaring melalui situs resminya mencatat, Kampung Dumaring merupakan benteng pertahanan Sambaliung dalam melawan penjajahan Belanda pada tahun 1810 sampai dengan 1831. Hal ini dibuktikan dengan adanya benteng baginda berlokasi di pinggir pantai Dumaring di tepian Sungai Bakil.
Pertempuran sengit dibantu suku asli Dumaring (Dayak Baluy dan Asi’i), bugis, solok raja alam saat melawan penjajah Belanda.
Kepala Adat Kampung Dumaring Muhammad Asri menyebut, benteng baginda di pinggir pantai Dumaring di tepian Sungai Bakil, merupakan gerbang masuk ke Kampung Tua.
BACA JUGA:Cerita Kampung Tua di Kampung Dumaring Kaltim, Kepala Adat: Rindu Rumah Putih
Menurutnya, benteng baginda lebih dikenal dengan nama kota baginda yang berada di utara lapangan sepak bola Kampung Dumaring.
“Cerita orang tua kami dulu, di bibir pantai atau dekat Sungai Bakil itu ada gerbang. Jadi untuk menuju Kampung Tua, dari laut itu (Laut Sulawesi, Red) ada gerbang yang dulunya kawasan ini disebut Kota Baginda. Sekarang masih ada petilasannya,” bebernya.
Cerita kota baginda, sambung Asri, jauh sebelum terjadinya korban talun pamalusan. Kisah kota baginda, bermuara pada kisah Pati Raja yang kini menjadi nama tanah ulayat.
“Kota baginda cerita jauh sebelum talun pamalusan. Peradaban masa-masa penjajahan dulu (penjajahan Belanda, Red). Nah ada tokoh Pati Raja. Dia itu mempersunting anak seorang raja di kampung kami ini,” ulasnya.
BACA JUGA:Saatnya Membuka Pasar, Madu Dumaring Kaltim Standar Internasional
Dari nama ketokohan itu, Asri menyebut, tanah ulayat dinamai Tanah Pati Raja yang memiliki luas 673 hektar. Nama Pati Raja merupakan tokoh ke-12 dari silsilah pendiri kampung sebelum Indonesia merdeka.
Untuk mengenang leluhur, Muhammad Asri juga telah mengukuhkan generasi keturunannya yang diwadahi dalam Kerukunan Keluarga Pati Raja atau Kekal Patiraja.
“Kekal Pati Raja ini dari 5 keluarga yang mula-mula menempati Tepian Limau. Kan kami ini semula bermukim di Kampung Tua. Kemudian dipaksa pindah ke Tepian Limau dengan alasan ini dan itu oleh pemerintah,” urainya.
Kerukunan Keluarga Pati Raja saat membuat pondok kerja sebagai pos pemantauan kawasan tanah ulayat pada Maret 2024 lalu. -radartasik.com-soni herdiawan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: