Kemenag: Vaksin AstraZeneca Tidak Halal, MUI: Boleh Digunakan

Kemenag: Vaksin AstraZeneca Tidak Halal, MUI: Boleh Digunakan

JAKARTA - Terkait keberadaan vaksin covid-19, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) tidak akan mengeluarkan sertifikat halal untuk vaksin AstraZeneca.

Sebaliknya, BPJPH Kemenag hanya akan menerbitkan surat keterangan tidak halal.

Plt Kepala BPJPH Kemenag, Mastuki menerangkan, sesuai dengan namanya, sertifikasi halal diterbitkan BPJPH bagi produk yang telah ditetapkan kehalalannya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Selain itu, penetapan halal atau tidak, bersifat final. “Sehingga tidak ada mekanisme atau kesempatan sanggah dari pengaju atau produsen,” ujarnya dilansir dari JawaPos.com (jaringan pojoksatu/ radartasil.com), kemarin.

Sebelum ditetapkan status kehalalan oleh MUI, sambungnya, sudah ada kesempatan komunikasi antara auditor halal dan pelaku usaha.

Dalam proses tersebut, sudah ada komunikasi terkait keterangan dokumen, bahan, serta proses produksi dan segala kaitan audit produk.

“Setelah auditor halal bekerja, hasilnya disampaikan kepada MUI untuk dibuatkan fatwanya,” terangnya.

Sementara, Ketua MUI Cholil Nafis mengatakan, setelah mereka mengumumkan fatwa vaksin AstraZeneca, banyak warga yang menanyakan soal hukumnya.
 
“Kok haram, tapi boleh? Itulah istilah fikih Islam bahwa halal itu beda dengan istilah boleh,” katanya.

Ia menjelaskan, 'halal' berarti secara ketentuan syara' tidak ada unsur yang diharamkan sama sekali.

Sedangkan 'boleh' belum tentu halal, tetapi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan kadar tertentu serta tempo yang dibutuhkan.

Nafis lantas mengatakan, ada pihak lain yang mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca halal dan tidak mengandung babi. Misalnya, yang jadi keputusan NU Jawa Timur.

“Mungkin metode dan pemeriksaannya berbeda dengan yang dipedomani MUI,” jelasnya.

Bagi MUI, sambungnya, untuk setiap produk yang ada babi dan turunannya serta yang menggunakan unsur tubuh manusia, hukumnya haram.

“Pertimbangan itu lebih karena metode yang digunakan MUI adalah kehati-hatian atau ihtiathan Imam Syafi'i,” kata dia.

Nafis mengatakan, dari kajian LPPOM MUI, memang dalam pembuatan inang virusnya, vaksin Astrazeneca menggunakan tripsin dari pankreas babi.

Keterangan itu didapat dari dokumen yang disampaikan produsen.

“Dokumen itu sudah cukup untuk tidak meneruskan audit lapangan. Sehingga memutuskan vaksin AstraZeneca hukumnya haram,” katanya.
 
Namun, Nafis menegaskan, dalam kondisi terbatasnya vaksin Sinovac, vaksin Covid-19 keluaran AstraZeneca boleh digunakan. (pojoksatu)



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: