Siapa Membunuh Putri (7) - Kunci Kamar Kos
Ilustrasi malam pertama di kos baru.-Maulana Albar Naafi/Harian Disway-
Ahli dalam hal mengatur wilayah dan negara? Nanti muncul lagi guyonan, "Syarat jadi presiden, sudah pengalaman minimal 5 tahun, karena kita butuh yang pengalaman." Hahahahaha
Liam Then
Kwkwkwkkwkw. Saya sempat kepo dulu ,sempat browsing asal muasal QR code. Ternyata dari Jepang. Dikembangkan pertama kali oleh perusahaan Jepang. Denso Wave. Hebat memang orang Jepang. Pinter-pinter penemunya. Bikin saya agak miris juga. Melihat ketimpangan level. Disini ,. Sekelas pemimpin partai penting di Indonesia ,begitu gampang di lengserkan hanya terkait masalah amplop. Manuver klasik masih dipakai jadi tradisi ,kalo dah berebut posisi. Ah sudahlah, besok saya sarapan pisang kepok mengkal goreng, dilabur susu kental manis saja. Lebih langsung terasa efeknya.
Johan
Sebenarnya kurang elok, hal seperti ini menjadi masalah besar yang mengguncang sebuah partai politik yang sudah survive puluhan tahun. Perlu langkah khusus yang harus diambil berkaitan dengan isu amplop ini. Supaya masalah amplop tidak menjadi polemik lagi ke depannya, perlu ada terobosan baru, menyesuaikan metode memberi imbalan balas jasa yang sesuai zaman kekinian. Misalnya sarung, yang motifnya kotak-kotak itu. Sedikit di modifikasi dengan campuran motif Barcode atau QR Code, yang nge-link ke rekening yang pakai sarung. Yang ingin memberi imbalan tinggal scan pakai ShopeePay atau GoPay. Dengan metode seperti ini, tidak perlu amplop-amplop-an lagi, tidak perlu ada ketua partai yang dipecat lagi. Paling nantinya untuk orang yang mau scan harus lebih sopan, jangan scan pada bagian yang terletak di dekat daerah "burung" yang empunya sarung. Juga, nanti HPnya bisa error terkena gelombang sinyal syahwatic ultra high frequency 3.000 MHz.
yea aina
Sistem meritokrasi cukup efektif diterapkan Tiongkok. Penjenjangan karier para politikus//pimpinan berdasarkan kapabiltas atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial. Dari tulisan Abah Dis "Partai Amplop" ini, kita semakin tahu. Bahwa sistem penjenjangan karir politikus/pemimpin di sini, masih kental berlaku pola MERESTUKASIH. Seorang kandidat ketum partai ataupun Mentri, harus mengantongi tiket RESTU dari seseorang yang lebih berkuasa (calon atasannya). Bagaimana cara mendapatkan RESTU, anda sudah tahu. MERESTUKASIH mungkin saja tidak perlu mempertimbangkan kapabilitas dan prestasi, cukuplah dilihat berapa banyak tabungannya atau kelas sosial (trah politik) seseorang. Maka tak perlu heran, bila kita melnyaksikan pernyataan dan cara pengambilan kebijakannya tidak bijak.
balagak nia
Kalau membaca penjelasan lengkap P Suharso ttg Amplop Kiai sebetulnya tidak ada yg salah. Kalau menganggap amplop kiai itu untuk mengharapkan berkah ini menurut Sy malah salah....berkah itu hanya dari ALLAH nggak ada dari manusia. Banyak yg menurut Sy kurang tepat, seperti ngalap berkah dengan ziarah ke makam wali, mengelu2kan sampai mencium tangan kiai/habib/pak haji utk mengharapkan berkah.....Di mata ALLAH yg mulai itu hamba yang bertaqwa dan tidak disebutkan kiai, habib dsb. Jadi rakyat jelatapun kalo bertaqwa akan menjadi paling mulia. Jadi ingat sekitar tahun 99 mengantarkan Bpk Sy ziarah ke Makam Sunan Gn. Jati, Sy sebetulnya sudah melarang & tidak setuju tapi karena Bpk Sy ada nazar utk kesana jadi terpaksala Sy antar bersama keluarga yg lain. Waktu masuk ke area makam banyak sekali pengemis yg minta2 setengah memaksa yg menyebabkan Sy menegur dengan mengatakan kalau mengemis itu tidak baik, keluarga Sy menegur dan bilang kalau pengemis2 itu keluarga Sunan yg dpt memberikan berkah...tepuk jidat deh..... :-(
*) Dari komentar pembaca http://disway.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: