Pola Belanja Barcelona Bisa Jadi Bom Waktu Menuju Kebangkrutan
BARCELONA, RADARTASIK.COM — Pola belanja pemain klub-klub besar Eropa berisiko membawa mereka kepada kebangkrutan.
Memang ada anggapan bawa klub super Eropa agak mirip seperti bank. Aksi mereka dinilai kurang bertanggung jawab dengan uang yang ada.
Barcelona misalnya. Mereka belanja besar pemain yang berisiko kebangkrutan.
BACA JUGA: Persib Hanya Dapat 1 Poin, Robert Alberts Kecewa, Marc Klok pun Berikan Alasan
Di dunia ekonomi, gambarannya bank-bank tertentu tidak boleh dibiarkan bangkrut dan tidak peduli seberapa buruk mereka dijalankan.
Seperti saat adanya resesi, beberapa pemerintah memutuskan untuk campur tangan ketika sebuah bank berada di ambang kebangkrutan, menawarkan dukungan keuangan untuk memastikan bahwa mereka dapat melanjutkan aktivitas.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah memang bisa dipahami, setidaknya sampai tingkat tertentu. Itu ibarat bom waktu.
BACA JUGA: Oneprix Putaran 2 di Bukit Peusar Diwarnai Kejutan, Aldiaz, Pembalap NTB Percaya Diri
Sementara bank hanya bisa menyalahkan diri mereka sendiri atas posisi berbahaya karena salah urus yang parah, kejatuhan kolektif mereka bisa dibilang membuat situasi yang mengerikan bahkan lebih buruk dari kebanyakan orang, menciptakan kekacauan ekonomi.
Namun, ada beberapa masalah dengan mengadopsi pendekatan 'TBTF'. Sebagai permulaan, seperti yang ditunjukkan oleh mantan Ketua Federal Reserve, Ben Bernanke.
Perusahaan yang terlalu besar untuk gagal atau bahasa Inggrisnya Too-big-to-fail (TBTF) akan cenderung mengambil lebih banyak risiko daripada yang diinginkan, dengan harapan bahwa mereka akan menerima bantuan jika perjudian mereka gagal. Dan inilah yang terjadi pada Barcelona sekarang ini.
Josep Maria Bartomeu menjadi terkenal karena menguji teori 'TBTF', meninggalkan Barca di ambang kebangkrutan setelah masa kepresidenannya yang ditandai dengan pengeluaran yang sangat besar dan berlebihan.
Kecerobohannya berkelanjutan. Ia mengeluarkan dana lebih dari €1 miliar untuk urusan transfer antara 2014 dan 2019 yang terbukti sepenuhnya sia-sia, hanya merekrut dua pemain bagus selama waktu itu.
Selain itu, Bartomeu juga dengan arogan mengabaikan saran La Liga bahwa seharusnya klub tidak boleh menghabiskan lebih dari 70 persen pendapatan tahunan untuk anggaran gaji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: goal