Kajian dan Pambahasan UU ITE Diperkirakan Butuh Waktu 2 Bulan

Kajian dan Pambahasan UU ITE  Diperkirakan Butuh Waktu 2 Bulan

JAKARTA — Pemerintah nampaknya cukup serius merespon tuntutan berbagai pihak tentang revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).  Terbukti pemerintah telah membentuk tim kajian dan pembahasan UU ITE. Diperkirakan, butuh waktu antara dua sampai tiga bulan untuk membahasnya. Terutama pengkajian tekait pasal-pasal yang dianggap sebagai pasal multitafsir akan dibahas oleh dua tim bentukan pemerintah tersebut.  Nantinya, tim tersebut akan melaporkan ke pemerintah, dalam hal ini Kemenko Polhukam. Apakah ada pasal yang perlu direvisi atau tidak. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan, dua tim tersebut akan membahas dengan semua pihak. Terkait pasal yang diduga pasal karet dan mudah di interpretasikan dengan bermacam-macam. Pembentukan tim ini juga untuk mengkaji aturan yang selama ini dianggap pasal karet, baik dari sisi implementasi maupun substansinya. Jika nanti tim melaporkan, dan hasilnya memutuskan untuk merevisi UU ITE, maka pihaknya akan menyampaikan ke DPR. “Kalau keputusannya harus revisi kita akan sampaikan ke DPR karena UU ini ada di Prolegnas tahun 2024 sehingga bisa dilakukan. Bahkan bisa cepat dimasukkan istilahnya kumulatif terbuka,” ujarnya, Senin (22/2). Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadi salah satu dari tiga kementerian yang menjadi tim pelaksana kajian UU ITE tersebut. Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, jika pihaknya akan mengambil langkah cepat dalam membahas sejumlah pasal tersebut. Diketahui, tiga kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; Kementerian Kominfo; dan Kementerian Hukum dan HAM menjadi Tim Kajian UU ITE. Tim Kajian UU ITE dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam Sugeng Purnomo. Tim ini juga terdiri dari Sub Tim I, dijabat oleh Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Kominfo Henri Subiakto dan Widodo Ekatjahjana sebagai Ketua Sub Tim Kemenkumham. Kominfo akan menangani kajian dan pedoman pelaksanaan UU ITE untuk Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29. Johnny mengatakan, pedoman pelaksanaan undang-undang ITE ini bukan norma hukum baru. Jangan sampai keliru ditafsirkan seolah-olah membuat satu tafsiran terhadap undang-undang. “Karena sudah jelas, penjelasan atas undang-undang sudah ada di bagian penjelasan undang-undang, dan penafsiran akhir dalam pelaksanaan judicial system kita bagi masyarakat pencari keadilan adalah menjadi kewenangan hakim,” paparnya. Pedoman Pelaksanaan UU ITE dibuat sebagai acuan bagi penegak hukum dalam menangani sengketa yang berhubungan dengan undang-undang tersebut dan menindaklanjuti ketika UU ITE disengketakan. Mengenai sejumlah pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir atau pasal karet, Johnny menyatakan pihak yang keberatan pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. “Kurang lebih sebanyak 10 kali dan mendapatkan penolakan. Namun demi manfaat untuk kehidupan bermasyarakat dan kehidupan sosial, maka terbuka selalu kemungkinan dalam rangka menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan undang-undang itu sendiri,” kata Johnny. Era transformasi digital membutuhkan regulasi yang bisa menjaga dan mengawal ruang digital agar digunakan untuk hal-hal yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat. “Masyarakat kita telah bertransformasi dari phyical space ke digital space, karenanya payung-payung hukum yang menyangkut tata kelola kehidupan kemasyarakatan tidak saja di dalam ruang-ruang fisik, tetapi juga di dalam ruang ruang,” kata Johnny.  Johnny menyatakan pemerintah akan melibatkan komponen masyrakat, akademisi, lingkungan kerja kementerian dan lembaga juga awak media untuk memberikan masukan terhadap pedoman pelaksanaan ini. (fin/red)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: