Durian Low

Durian Low

Itu tidak sepenuhnya seperti durian runtuh. Sebagian berkat kesabaran Datuk Low sendiri. Yang tetap bertahan di bisnis itu di saat harga batu bara sangat rendah. Selama lebih 10 tahun.

Di saat sulit itu begitu banyak pengusaha yang menjual tambang. Tidak kuat lagi di harga yang begitu rendah. Begitu lama. Pun Datuk Low. Sudah sangat sulit saat itu. Nyaris ambruk.

Tapi ia tahan.

Sampai akhirnya menemukan durian runtuh dua tahun lalu.

Produksinya pun bisa terus dinaikkan. Seperti hendak mengejar Adaro dan KPC.

Tahun lalu produksi batu baranya 32 juta ton. Naik terus. Dan masih akan naik terus. Tahun ini menjadi hampir 40 juta ton. Lima tahun lagi ditargetkan 60 juta ton –setara dengan Adaro atau KPC saat ini.

Apakah itu berarti harga saham BYAN akan terus naik? Saya tidak tahu. Bertanyalah ke Akagami Shanks. Yang rajin bikin komentar di Disway soal saham. Yang kurang berani tembak langsung pada GoTo –setidaknya dibanding Agustinus yang tulisannya tentang GoTo beredar sangat luas itu.

Faktor terpenting masa depan saham BYAN tentu tetap di harga. Apakah tetap selangit seperti sekarang.

Memang ajaib bin anomali. Green energi dikobarkan di seantero dunia. Batu bara dimusuhi habis-habisan: "energi kotor, bikin polusi, membuat ozon bocor". Tapi yang memakai   terus bertambah. Harga batu bara pun belum pernah sampai setinggi aras seperti sekarang.

Akibat perang di Ukraina? Pun  sejak sebelum Vladimir Putih menyerang tetangganya itu. Harga batu bara sudah naik. Lalu menjadi-jadi sampai ketika perang itu berlarut-larut.

Belum terlihat solusi cepatnya seperti apa. Perang di Ukraina pun memasuki hari ke 100, kemarin dulu. Masih lama kelihatannya.

Hubungan buruk Tiongkok-Australia juga belum terlihat cahaya terang sedikit pun. Mendung justru kian tebal ketika Tiongkok semakin menguasai diplomasi di negara-negara Pasifik Selatan –terakhir, pekan lalu, Solomon. Australia –yang berarti Amerika– kini kalah total di Pasifik Selatan –yang secara tradisional menjadi sahabatnya.

Australia begitu geram pada Tiongkok. Tiongkok membalasnya: tidak mau lagi membeli batu bara Australia yang begitu istimewa. Sudah lebih setahun perang dingin itu. Belum juga terlihat fajarnya.

Atau menunggu langkah Presiden Joe Biden saja. Yang terpaksa akan bertemu Putra Mahkota Saudi Arabia, MbS –Mohamad BIN Salman. Dalam waktu dekat. Agar Saudi mau meningkatkan produksi minyak dan gasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: