Dokter Pasien

Dokter Pasien

Kurang dari tiga menit setelah penembakkan pertama, polisi sudah tiba di rumah sakit. Bahkan polisi masih sempat mendengar bunyi tembakan terakhir: tembakan bunuh diri Louis.

Pasien tembak dokter seperti itu mengingatkan kejadian setahun lalu: seorang pasien datang ke klinik membawa bom. Dan senjata. Lima nakes wanita di ruang depan ia tembak. Satu meninggal, empat kritis.

Pelakunya, Gregory Ulrich, 68 tahun. Ia sudah divonis dewan juri kemarin pagi WIB. Gregory dinyatakan bersalah. Tinggal hakim memutuskan bentuk hukumannya: kemungkinan seumur hidup.

Pasien itu ngamuk juga akibat penyakit di tulang belakang. Awalnya Gregory jatuh dari scaffolding. Yakni saat bekerja. Itu tahun 1977. Ketika Gregory baru berumur 22 tahun.

Ketika ke dokter, Gregory sudah diingatkan: kalau tidak dituntaskan dengan baik, ia akan mengalami kelumpuhan di masa tua. Akan terus berada di kursi roda.

Gregory merasa tidak separah itu. Ia pun hidup seperti orang normal. Ternyata dokter benar. Kian berumur Gregory kian menderita: tulang belakangnya sakit.

Sudah terlambat. Masih bisa dioperasi tapi tidak berhasil.

Gregory mengaku sudah mendatangi 50 ahli tulang belakang. Tidak teratasi. Ia selalu kesakitan. Satu-satunya jalan keluar: ia harus minum obat yang mengandung narkotika. Penghilang rasa sakit.

Tapi, belakangan, dokter tidak mau lagi membuatkan resep narkotika. Sudah berlebihan. Rasa sakit pun kumat lagi. Berkepanjangan.

Maka Gregory membeli pipa. Ia membuat bom. Tiga buah.

Pagi itu, ia naik bus kota menuju Allina Health Clinic. Lokasinya sekitar 50 Km di utara kota Minneapolis, Minnesota. Saya bisa membayangkan kawasan ini. Saya sering ke Minneapolis – St. Paul. Ada komunitas besar Vietnam di dekat situ. Juga ada Mall of America –yang terbesar di dunia.

Turun dari bus kota, Gregory menenteng tas. Juga menyandang senjata. Ia pun masuk ke lobi klinik tersebut: Dor! Dor! Dor!

Tiga nakes di bagian depan klinik itu tersungkur. Lalu Gregory masuk ke dalam: Dor! Dor! Dor!

Dua nakes lagi roboh. Bersimbah darah. Yang satu meninggal.

Gregory lantas meledakkan bom pipa pertama. Kaca-kaca rontok. Lalu bom kedua. Lebih rontok lagi. Bom ketiga tidak bisa meledak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id