Sempat Ditolak Warga, Kini Nasib Arul Bukan Sekadar Anak Asuh Polisi (bagian 4-Habis)
Reporter:
tiko|
Rabu 30-03-2022,18:00 WIB
Tanda Kewenangan Polisi sebagai “Hadiah Terbaik” Meraih Cita-cita
Meski usianya masih anak-anak,
Arul Miftahul Huda bisa menilai perbuatan baik dan salah. Dia menyadari betapa kelirunya apa yang pernah dilakukannya hingga harus berurusan dengan hukum. Di balik peristiwa yang menderanya, bocah yang kini berusia 14 tahun itu tak hanya ingin memperbaiki diri.
Arul telah menggantungkan cita-citanya ingin menjadi Polisi.
***
Tiko Heryanto, Kabupaten Tasikmalaya
SELAMA hampir tiga bulan lamanya,
Arul menetap di
Polres Tasikmalaya. Bukan menjadi tahanan, melainkan pindah rumah. Dia tidak punya pilihan. Keputusan pahit diambil bukan tanpa alasan.
Arul sempat ditolak warga tempat tinggalnya, karena dianggap meresahkan.
Orang tuanya mengalami kebuntuan.
Arul sempat meminta kepada sang ibundanya untuk dibuatkan sebuah gubuk yang jauh dari pemukiman warga. Saking menghormati keputusan warga agar dirinya tidak menetap di kampung halamannya.
Tak mendapat kepastian dari sang ibu,
Arul memberanikan diri meminta bantuan Kanit PPA
Polres Tasikmalaya Aipda Josner Ali S SH. Pendek cerita mendapat izin dari Kapolres Tasikmalaya AKBP
Rimsyahtono SIK. “Setelah mendapat izin dari beliau (AKBP
Rimsyahtono), kami menyiapkan segala sesuatunya. Ruangan yang dipakai, ya di ruangan kami itu kang (Unit PPA)!” ulas Aipda Josner, mengulang kembali kisah setahun lalu.
Tiga bulan lamanya
Arul menghabiskan hari-harinya di
Polres Tasikmalaya. Dia merasa aman, bahkan nyaman. Akrab dengan semua anggota Polisi. Kebutuhan pendidikan dan haknya sebagai anak, memaksa
Arul harus “pindah rumah”.
Pesantren menjadi tempat yang tepat bagi
Arul. Sebuah
pesantren sederhana di Jalan Raya Tasikmalaya-Garut Km 9, Assyukandary
Pesantren menjadi rumah baru bagi
Arul. Adaptasi dan pemulihan mental anak, juga dirasakan
Arul.
Ditemui radartasik.com, ucapan salam keluar dari mulut bocah lincah ini. Duduk santai di teras belakang pondok, membuat obrolan semakin lepas. Dr KH Ujang Hidayatulloh MSi turut mendapingi. Sesekali meninggalkan lokasi karena ada aktivitas lain.
Arul berbagi pengalaman. Dia membuka rekaman selama tiga bulan tinggal di
Polres Tasikmalaya. Yang menempel di benaknya adalah seragam cokelat, Polisi dan tanda kewenangan polisi yang dikalungkan.
“Gagah. Kalau liat abang (sebutan kepada anggota Polisi), lagi jalan, pakai mobil patroli, terus bawa senjata. Kalau pagi-pagi baris dan upacara,” kenang
Arul.
Pakaian seragam lengkap Polisi, bagi
Arul bukan sesuatu yang menyeramkan. “Gak takut, malahan seneng dan bangga kalau bisa pakai. Tapi gak ada yang cukup,” sahutnya.
Perasaan dan penilaian
Arul itu setelah merasakan tiga bulan tinggal di Markas Komando (Mako)
Polres Tasikmalaya. Dia meng-
capture seluruh aktivitas Polisi. Terutama saat petugas pemilik seragam cokelat itu menjalankan tugas.
Yang bikin hatinya kian kepincut saat anggota polisi berbaju kemeja putih rapi, dipadukan celana kain dan bersepatu pantoufel. Sepatu 'ketok' itu; karena suaranya trok...trok..trok...saat dipakai berjalan, membuat
Arul pun tersenyum. “Jadi ingat Pak Kanit (Kanit PPA Aipda Josner),” ungkapnya kemudian menundukkan kepala.
Arul terdiam. Rupanya bocah berusia 14 tahun itu merindukan Josner. Pria kelahiran Medan itu dianggap sebagai ayah bagi
Arul. “Saya juga ingin jadi seperti pak Kanit. Ingin Jadi Polisi. Kalau besar nanti saya pengen jadi Polisi,” sebut dia berulang-ulang.
Arul telah menggantungkan cita-citanya ingin menjadi Polisi. Cita-cita ini pula yang merelakan dirinya masuk ke
pesantren dan bersekolah. Pengalaman pahit yang sempat menyergapnya telah dilupakan. “Mudah-mudahan ya, jadi Polisi,” ulasnya seraya meminta do'a dan dukungan.
Kapolres Tasikmalaya AKBP
Rimsyahtono juga kian lega.
Arul setelah dinobatkan sebagai anak asuh
Polres Tasikmalaya, mendapatkan hak-haknya sebagai anak. Pendidikan juga kebutuhan harian.
Fenomena
Arul, kata dia, banyak hikmah. Dia berharap, masyarakat khsususnya bisa lebih memperhatikan anak-anaknya. “Jangan sampai si anak ini salah pergaulan. Semua harus saling mengawasi,” kata dia.
Poin penting menurutnya agar masyarakat bisa saling merangkul antar-sesama. Tanpa melihat latar belakang apapun terlebih dengan tetangga. “Yang terpenting tidak main hakim sendiri. Kita wujudkan anak-anak sehat sejahtera untuk kemajuan Indonesia kelak,” pesan dia.
Pesan yang sama disampaikan Ketua
KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto. “Anak yang menjadi korban atau pelaku dalam peristiwa hukum, tetap harus terlindungi. Kita harus mewujudkan kabupaten yang ramah untuk anak, sehingga persoalan yang menimpa pada anak, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi semua, bukan hanya
KPAID, Polisi atau pemerintah,” paparnya.
Dari peristiwa
Arul, semua pihak semoga bisa memetik hikmah. Sehingga
KPAID Kabupaten Tasikmalaya bersama
Polres Tasikmalaya mencoba mempersembahkan sebuah film pendek berdurasi 30 menit dari Tasikmalaya untuk Indonesia.
Dengan judul “Hadiah Terbaik” sebuah kisah nyata yang diangkat dari peristiwa
Arul. “Semoga tidak ada lagi kisah dan liku-liku hidup seperti
Arul-
Arul yang lainnya,” pungkasnya.
(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: