Olahraga Online Kurang Dukungan

Olahraga Online Kurang Dukungan

radartasik.com, TASIK — Permainan online sudah bukan lagi sekadar ajang hiburan pasca ditetapkan sebagai cabang olahraga alias E-Sport. Namun demikian, olahraga kekinian itu masih minim dukungan dari pemerintah daerah.


Di Kota Tasikmalaya pun olahraga model baru itu sudah digarap serius dengan terbentuknya E-Sport Indonesia (ESI) Kota Tasikmalaya. Tim-tim E-Sport juga sudah bermunculan dan eksis di berbagai event kompetisi.

Pengurus E-Sport Indonesia (ESI) Kota Tasikmalaya, Aulian Yusawina Lengenrio mengatakan ada empat permainan yang populer di Kota Resik ini. Di antaranya yakni PES, Mobile Legend, Free Fire dan PUBG. “Pemainnya juga terbilang sama-sama banyak,” ungkapnya kepada Radar.

Menurut dia, animon olahraga online juga sangat tinggi, mengingat olahraga ini di satu sisi menjadi hiburan yang sedang digandrungi masyarakat. Selain itu, pelakunya pun tidak mengenal batas usia. “Ada yang masih SD, dan yang usia 40 tahun pun ada,” ucapnya.

Soal prestasi, Kota Tasikmalaya sudah meraih medali emas dalam Piala Gubernur Jawa Barat beberapa waktu lalu. Bahkan atlet E-Sport Kota Tasikmalaya pun sudah ikut berpartisipasi dalam event-event skala nasional. “Jadi kalau potensi sudah tergolong besar,” terangnya.

Namun demikian, sejauh ini dukungan dari pemerintah daerah masih minim. Seolah, permainan ini belum diakui sebagai salah satu cabang olahraga. “Dukungan untuk event pun dari pemerintah sejauh ini belum ada,” katanya.

Untuk mengembangkan potensi E-Sport, salah satunya dengan latihan dan event. Namun sejauh ini event-event lokal terbilang masih jarang khususnya pasca pandemi. “Kita harap ke depannya semakin banyak event-event baik untuk penjaringan maupun mengasah kemampuan atlet,” ucapnya.

Tidak dipungkiri, kata Aulian, belum semua pemain menjadikan permainan-permainan dalam E-Sport sebagai olahraga. Ada yang hanya sekadar hiburan, ada juga yang jadi mata pencaharian dengan membuat konten game.

Diakui Aulian, ada godaan yang sulit dihindari baik untuk atlet, pencari hiburan atau pun pencari uang. Yaitu mengisi diamond agar bisa membeli item-item berbayar. “Saya saja sekali top up bisa sampai Rp 2 juta, padahal itu hanya untuk skin (tampilan) saja,” terangnya.

Salah seorang pemain Free Fire asal Cihideung, Sandi Pamuji (28) mengaku hanya menjadikan permainan itu sebagai hiburan. Namun sesekali dia ikut event dengan teman main bareng (mabar) sebagai ajang uji kemampuan saja. “Meskipun enggak jago, tapi tetap seru kalau kompetisi,” ucapnya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: