Jalangkung Termasuk Boneka Arwah

Jalangkung Termasuk Boneka Arwah

Radartasik.com, GURU Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University Prof Euis Sunarti mengometari fenomena boneka arwah yang sedang tren di kalangan selebriti papan atas nasional.


Dilansir dari laman ipb.ac.id, perempuan berjilbab itu mengatakan spirit doll bukan hal baru. Sebelumnya, sudah ada tetapi mungkin dulu belum dikemas seperti sekarang.

Saat ini fenomena boneka arwah ini seakan-akan itu adalah hal yang prestisius. Selain harganya yang sangat mahal, penampilannya juga luar biasa.

”Berpakaian elegan, cantik-cantik, dibuat semenarik dan selucu mungkin dan dianggap akan memberikan kekuatan, mendatangkan keberuntungan bagi pemiliknya,” ujar dia.

Menurutnya, fenomena ini akan berdampak luar biasa, baik dari segi agama maupun sosial. Dari segi agama, yang mayoritas penduduknya muslim di Indonesia, ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Agama Islam melarang mempercayai adanya kehidupan atau kekuatan dari benda mati.

Demikian juga bahwa arwah itu bisa hidup kembali mengisi benda mati, kata dia, itu tidak ada dalam Islam. Apalagi bagi orang yang mempercayai itu, dia sudah mempercayai kekuatan selain kekuatan Allah SWT. Jadi bisa dikatakan syirik.

”Jadi pada dasarnya, spirit doll itu sama dengan jalangkung. Karena di kebudayaan Jawa dulu, jalangkung adalah boneka yang dipercaya sebagai media yang mendatangkan arwah. Sedangkan di daerah lain disebut Nini Thowok atau Nini Thowong. Karena adanya kepercayaan di dalam benda mati,” imbuhnya.

Pakar ketahanan keluarga menjelaskan dalam mitologi Jawa, ada perilaku supranatural menggunakan media visual, seperti boneka, untuk berdialog dengan entitas arwah atau sebagai media sihir. Hanya, secara umum dulu dikemas seadanya.

Selain memberikan pengaruh pada tataran agama dan sosial, Prof Euis menambahkan fenomena ini berpengaruh terhadap keluarga. 
”Asumsinya adalah tren ini kemungkinan ada faktor lain yang melatarbelakangi para selebriti memelihara spirit doll tersebut,” kata dia.

”Salah satunya mencari sensasi, agar namanya dikenal banyak orang dengan ikut-ikutan tren ini. Atau karena dampak negatif dari gaya hidup kelas menengah ke atas yang dinilai kesepian dan ini berkaitan dengan orang-orang yang sangat membutuhkan ketenaran,” ujar dia. 

Prof Euis mengatakan sebetulnya mereka punya energi untuk mengekspresikan kasih sayangnya tapi tidak ada penyaluran atau tidak berusaha mencari penyaluran secara benar.

Misalnya, bisa saja menyalurkan kasih sayang ini dengan keluarga, kerabat terdekat atau anak yatim piatu dan anak-anak yang membutuhkan. Atau, bisa saja menyalurkan bantuan untuk para pelajar mahasiswa. 

”Orang-orang yang tidak tahu menyalurkan rasa kasih sayang ini sebetulnya adalah orang-orang yang kurang mendapat sentuhan untuk bisa mengekspresikan kasih sayangnya agar tidak merasa kesepian dari keluarganya,” jelas Prof Euis.

Secara tidak sadar, tambah dia, fenomena ini akan mempengaruhi keluarga dan orang yang di sekitarnya untuk melakukan hal yang sama.

”Makanya jangan mau walau sekadar ikut-ikutan. Meski hanya memuji lucunya si boneka atau dengan alasan lainnya. Untuk kasus dimana orang ingin terkenal, merasa kesepian dan sudah masuk ke gangguan mental, itu harus ada keluarga yang mengingatkan dan mempererat kekeluargaannya kembali,” imbuhnya. 

Oleh karena itu, dia berpendapat memilih lingkungan yang baik menjadi hal penting. Dan, orang itu harus dibukakan banyak alternatif untuk bahagia.

Salah satunya dengan memberikan pemahaman bahwa berbagi itu bisa mendatangkan kebahagiaan selama berbagi itu dengan cara yang Allah SWT perintahkan.

”Selain itu, ada tanggung jawab masyarakat luas dan netizen untuk bisa mengontrol, mengoreksi terhadap pihak-pihak tertentu dengan tidak memuji berlebihan dan jangan sampai menjadi budaya baru yang tidak baik,” pungkas dia. (ipb/lan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: