Kejari Garut Tetapkan Lima Tersangka Korupsi Sapi Bunting
Selasa 28-12-2021,18:45 WIB
Reporter:
andriansyah|
Editor:
TAROGONG KIDUL — Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sapi perah bunting tahun anggaran 2015 di Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanak) Kabupaten Garut.
Kini kelima tersangka yang telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 600 juta lebih itu sudah ditahan di ruang tahanan Polres Garut.
“Kita titipkan dulu di ruang tahanan Polres Garut sebelum nantinya dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Garut Neva Sari Susanti kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (27/12/2021).
Neva menerangkan, dari lima tersangka yang ditahan, empat orang di antaranya merupakan aparatur sipil negara (ASN) dan seorang lagi pengusaha.
“Dari empat orang ASN ini, dua diantaranya sudah pensiun dan dua lagi masih aktif. Sekarang semuanya kita tahan,” terangnya.
Menurut dia, awal mula kasus dugaan korupsi pengadaan sapi perah bunting terjadi di tahun 2015. Saat itu, Diskanak mendapatkan bantuan pengembangan sapi perah pada program Sarjana Membangun Desa (SMD).
Adapun nilai bantuan yang didapatkan mencapai Rp 2,4 miliar, khusus untuk kegiatan pengadaan sapi perah sebanyak 120 ekor.
Selain bantuan itu, Diskanak juga mendapatkan program pengadaan langsung berupa pengadaan kandang ternak sapi perah sebanyak dua buah sebesar Rp 261 juta, hijauan makanan ternak (HMT) sebesar Rp 200 juta, peralatan kandang sebesar Rp 20 juta dan peralatan mesin perah sebesar Rp 60 juta. Selain itu ada juga juga kegiatan pengadaan pakan konsentrat sebesar Rp40 juta, obat-obatan Rp 14 juta dan chopper sebesar Rp 60 juta.
Dikatakannya, untuk kegiatan pengembangan program indukan sapi perah di program SDM, Diskanak Garut melakukan lelang pengadaan barang dan jasa melalui Unit Lelang Pembangunan (ULP) yang dimenangkan PT “S” dengan direkturnya YS.
Setelah PT “S” dinyatakan sebagai pemenang, DNE selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Diskanak tidak melakukan survei harga barang serta tidak menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam kegiatan tersebut.
“Selaku PPK, saat itu DNE memerintahkan bendahara atas nama DJ untuk membuat SPPD fiktif dan menerima hasil pekerjaan tersangka YS tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Sehingga apa yang mereka lakukan telah menyebabkan adanya pengeluaran keuangan negara seolah-olah pekerjaan tersebut sudah dilakukan 100 persen,” ujarnya.
Neva menyampaikan, tindakan para pelaku ini menimbulkan kerugian uang negara.
“Dalam pemilihan sapi bunting juga tidak dilakukan secara komprehensif dengan didampingin dokter hewan. Para pelaku ini hanya melihat bentuk fisik sapi saja. Jadi banyak yang tidak bunting,” ujarnya
Dia menyebut kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 619.627.345. Adapun pasal yang dilanggar yakni primer yakni pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 (1) huruf b UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sedangkan subsidernya, kata Neva, pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU No. 31/1999 yang telah diubah dan ditambah dengan dengan UU RI No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) KUHP. “Ancaman hukumannya lebih dari 10 tahun penjara,” ujarnya.
(yna)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: