Bahannya dari Tasikmalaya, Tas dari Rumput Punya Kesan Unik Bikin Warga Luar Negeri Melirik

Bahannya dari Tasikmalaya, Tas dari Rumput Punya Kesan Unik Bikin Warga Luar Negeri Melirik

Radartasik.com — Seni kerajinan dari bahan baku rumput memang belum banyak yang mengembangkannya. Namun jika bisa diolah dengan baik, tentu bisa jadi sebuah karya yang bisa dilirik oleh para konsumen. Seperti itu juga yang tengah dikembangkan oleh Desa Ngargotirto di Sragen yang warganya tengah mengembangkan tas anyaman dari rumput.

Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang selama ini dikenal daerah langganan kesulitan air bersih saat musim kemarau. Meski demikian desa di tepi Waduk Kedung Ombo (WKO) memiliki potensi terpendam. Yakni kerajinan tas anyaman dari bahanbaku rumput, yang ternyata cukup diminati di pasar luar negeri.

Usaha tas anyaman ini dimotori oleh Tugimin, 50, warga asli Dusun Kowang, Desa Ngargotirto. Untuk mengembangkan bisnisnya, dia menggandeng sejumlah warga sekitar untuk ikut mengerjakan kerajinan tas anyaman di teras rumahnya.  Tugimin mengerahkan warga untuk membuat tas anyaman berbahan mendong atau sejenis rumput alang-alang.

”Bahan bakunya tidak dari sekitar sini, tapi kami mendatangkannya dari Demak dan Tasikmalaya. Bahan baku perupa mendong. Kalau lebih jelasnya itu bahan yang sering dibuat jadi tikar orang-orang zaman dulu,” ujarnya.

Tugimin mengakui, dalam merintis usaha ini memang butuh kesabaran. Bahkan prosesnya cukup panjang, hingga akhirnya kini dia benar-benar mengembangkan kerajinan ini. Banyak bisnis sempat dibuat, namun sebagian gagal  untuk berkembang. Mulai dari membuat kolam ikan, namun tak berhasil. 

Kemudian dia juga sempat mencoba bisnis usaha kuliner, peternakan ayam, hingga konveksi. Namun lagi-lagi sulit untuk berkembang. Kebanyakan usahanya tersebut mentok dalam pemasaran, hingga akhirnya kini dia menemukan usaha kerajinan tas anyaman yang potensinya cukup besar.

Kerajinan mendong itu baru digelutinya sejak tujuh tahun terakhir. Namun tidak serta merta lancer juga. Dia harus mencoba menyelesaikan karya, dan menguji minat pasar. Kadang ada produk yang diminati hanya sesekali, namun kadang justru ada juga yang benar-benar tidak laku. Sampai pada titik dimana peminat cukup konsisten pada tas rajutan dari mendong.

Bahkan hingga akhirnya karya kerajinan buatannya bisa dipasarkan sampai ke luar negeri. Saat ini tas tersebut dipasarkan di Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Arab Saudi dan ada di beberapa negara lainnya. Namun pandemi Covid-19 juga berdampak banyak. Seperti aturan orang mengurangi interaksi hingga pengiriman barang yang tidak mudah. ”Awal pandemi seperti kembali ke nol lagi. Bahan baku jadi tidak mudah, ekspedisi juga kesulitan karena ada penyekatan dan sebagainya,” ujarnya.

Padahal pihaknya menyampaikan saat sempat ada pesanan partai besar, dia bisa membutuhkan tenaga pendukung untuk menyelesaikan pesanan hingga sampai 200 orang. Namun karena pandemi Covid-19 tiba 1 tahun terakhir, tentu berpengaruh pada pemesanan. Situasi ini membuat saat ini hanya beberapa orang saja yang membantunya menyelesaikan pesanan.

Dia tetap bersyukur pandemi mulai ke fase lebih bersahabat. Bahkan saat ini sudah mulai longgar untuk pengiriman barang jadi. Meski demikian bukan tanpa rintangan juga, karena bahan baku dari alam pada musim hujan seperti saat ini proses untuk pengeringan cukup terkendala.

Tugimin menyampaikan dalam mengembangkan usahanya, dia memang tidak bisa berjalan sendiri. Pihaknya memiliki mitra usaha yang punya kapasitas. Diantaranya PT MAS dan PT Perkasya yang membantu dalam hal pemasaran. ”Jadi dari PT ada pesanan dan kami buatkan. Di saat itu kami bisa mengontrol kualitas dan kuantitasnya. Di saat modal menipis harus ada perhitungan, jadi tidak overload tapi tidak kurang juga,” bebernya.

Bahan baku tas berupa dari rumput bisa dibilang memang sangat ramah lingkungan. Hanya beberapa ornamen saja yang menggunakan bahan plastik rafia untuk pelengkap, namun sejauh ini produk tersebut aman sehingga bisa dilirik pasar luar negeri.

Dalam perkembangan teknologi, penjualan melalui marketplace hingga pasar digital juga dirambah, ini untuk bisa lebih mengembangkan bisnis ini.

Tugimin mengakui persaingan dengan produk sejenis, masih cukup sengit. Dia tak mempermasalahkan, karena dalam hidup persaingan itu jadi sebuah hal yang wajar. Inovasi, konsistensi, dan juga menjaga kualitas barang jadi kunci buatnya agar bisa tetap bertahan di pasar industri. Dia juga mengakui banyaknya produk lain tentu bisa ikut memberi warna, dan tentu bisa ikut meningkatkan minat konsumen tentunya.

Pasar lokal jelas tetap jadi bidikan utama, karena penikmat barang seni atau barang kerajinan di Indonesia peminatnya masih cukup besar.

”Tapi orang luar juga cukup berminat pada produk ini. Kalau kita (Indonesia) sudah biasa lihat rumput, tapi negara yang jarang ketemu rumput tentu pasti akan banyak yang minat,” bebernya.

Tugimin yang hanya lulusan kejar paket C sendiri berpesan agar wirausahawan untuk jeli dan gigih dalam mengembangkan bisnis yang tengah dikembangkannya.

”Jadi memang harus jeli melihat peluang. Seperti di sini bahan baku banyak, namun di negara lain bisa jadi barang langka dan primadona,” ungkapnya. (din/nik/dam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: