“Termasuk Gedung Rawat Inap Mitrabatik, berisi ruang VIP 2 lantai dan kelas 1 dua lantai. Belum lagi kita sudah miliki Gedung Hemodialisa, PICU dan terakhir pendirian poliklinik meski terdampak refocusing,” papar Wasisto usai menghadiri acara perpisahan di aula RSUD dr Soekardjo, Kamis (2/12/2021).
Tidak hanya sarana untuk perawatan, selama menjabat direktur ia sukses menghadirkan sejumlah peralatan canggih. Mengoptimalkan pelayanan rumah sakit daerah semakin lengkap, agar pasien dalam kota tak harus dirujuk semua ke luar daerah.
“Alhamdulillah RSUD memiliki peralatan canggih mulai CATH Lab untuk memasang ring jantung, dimana alat tersebut hanya dimiliki oleh RSUD. Meski belum digunakan secara optimal sudah berjalan dalam mengecek sumbatan-sumbatan jantung,” katanya menjelaskan.
RSUD pun di era Wasisto memiliki CT Scan dalam memindai tubuh pasien dengan kemampuan 128 slices, sejak 5 tahun terakhir. Alat itu sudah digunakan dalam 3 tahun terakhir, namun belakangan ini terjadi error. “Itu harus diservis dan memerlukan biaya besar. Insya allah RSUD akan perbaiki tahun ini, karena sudah ada dananya,” syukur dia.
Kemudian alat pemecah batu pada ginjal yang tidak mengharuskan pasien dibedah. Melainkan lewat getaran, yang mampu meresonansi batu pada ginjal untuk dipecahkan. “Kita ada alat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy). Meski alat ini rumah sakit swasta pun ada, tetapi tidak sepremium milik RSUD,” ungkap Wasisto.
Disusul alat canggih lainnya Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang sejauh ini hanya dimiliki rumah sakit di Kota Bandung dan Kota Tasikmalaya saja, yakni RSUD dr Soekardjo.
Ia menilai dengan cukup lengkapnya peralatan canggih diharapkan mengatrol citra rumah sakit dalam memberikan keseriusan layanan bagi pasien. “Jadi jangan dilihat wajahnya, selain gedung-gedung baru yang mewah dan baik juga peralatan canggih di sini terbilang mumpuni,” kata dia.
Secara pribadi Wasisto menitipkan agar penerusnya nanti bisa memanajerial keuangan lebih baik lagi. Dimana, kata dia, pihaknya waktu dekat ini akan memiliki tabungan keuangan sekitar Rp 22 miliar dari piutang yang belum masuk.
“Saya titipkan ke penerus untuk modal RSUD dalam memberikan layanan terbaik untuk masyarakat. Dulu saya masuk ke sini, apa-apa masih sulit, serba ngutang. Sekarang alhamdulillah ada celengan tersebut mohon direktur baru nanti bisa menambahnya,” harap Wasisto.
Beban serius yang dihadapi rumah sakit ke depan, kata dia, yakni menyiasati kebijakan rujukan berjenjang. Dimana RSUD yang berstatus tipe B tengah mengalami kesulitan pengunjung.
“Rujukan yang berjenjang mengharuskan pasien BPJS Kesehatan itu, setelah mendapat layanan di fasilitas kesehatan pertama seperti klinik, praktik dokter, puskesmas, tidak bisa langsung ke sini harus ke tipe C dulu,” keluhnya.
Maka dari itu, lanjut dia, pihaknya berinovasi untuk mengembangkan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Supaya pasien yang ditangani di sana bisa lebih banyak sehingga tidak terlalu berimbas sepinya pelayanan di rumah sakit.
“RSUD kalau tidak hati-hati bisa collapse, karena tidak kebagian pasien. Maka perlu orang berpengalaman tinggi dalam hadapi hambatan besar ini, kalau orang baru tidak paham manajemen prediksi saya tabungan Rp 22 miliar itu bisa habis,” analisis mantan ASN di lingkungan Pemkot Tasikmalaya tersebut.
Menurutnya, dalam memanajeri 1.200-an pegawai di RSUD, mesti dikomandoi figur yang bisa saling mendukung dan aspiratif. Direktur merupakan sopir yang harus bisa memandu jajaran dan komponen yang ada.
“Dokter spesialisnya harus mendukung, perawat, komponen lain harus solid. Apapun usulan mereka mesti didengar, lantaran khawatir ada ketidak harmonisan dan tidak sinkron kalau sama-sama ngeyel,” khawatirnya.
Direktur baru pun dituntut berstrategi membaca peluang pemasukan bagi rumah sakit. Ia mencontohkan, pengembangan IGD merupakan opsi paling rasional supaya layanan RSUD tidak terdampak signifikan ketika rujukan berjenjang masih efektif.
“Kalau IGD-nya kuat, maka orang tergiur masuk dr Soekardjo lewat IGD. Itu dilakukan di RS Tulungagung. Poli sepi gak masalah, ketika IGD hebat tidak ditandingi swasta dan menjadi primadona masyarakat mendapat pelayanan kesehatan,” jelas dia.
Termasuk, lanjut dia, peralatan canggih yang dimiliki saat ini bisa dikerjasamakan dengan rumah sakit swasta sekitar Kota Resik. Supaya, bisa beroperasi secara kontinyu dan warga daerah tak melulu dirujuk ke Bandung ketika RSUD bisa melayani tritmen yang dibutuhkan.
“Nanti layanannya dipisahkan dengan pasien umum, layanan cepat. Rujuk saja ke sini karena alat-alat kita canggih,” pesan Wasisto.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya A Jamaludin memberikan apresiasi atas dedikasi dan sinergitas yang dibangun selama ini dalam mendorong pelayanan kesehatan masyarakat. Ia berharap, bakti Wasisto bisa dilanjutkan direktur baru, dan dirinya tetap melaksanakan pengabdian meski dari luar sistem manajerial rumah sakit.
“Masa purna bakti itu bukan berarti tidak beraktivitas, tetapi basic seorang dokter tentu tetap melaksanakan pengabdian dan pelayanan di bidang kesehatan bagi masyarakat. Kami berterimakasih atas curahan tenaga dan pikiran selama ini,” ungkapnya.
Perwakilan Dokter Kota Tasikmalaya dr H Ali Firdaus MH Kes menuturkan hal serupa. Selama bertugas, Wasisto sudah membangun sinergitas dan kerjasama yang baik terhadap para dokter.
Ia berharap pengabdian bisa terus dilanjutkan meski tak lagi menjabat direktur. “Semoga sehat selalu, dan terus berkontribusi bagi daerah melalui bidang kesehatan,” dorong Ali.
(igi)