77 Persen Dosen Akui Ada Kekerasan Seksual di Dalam Kampus

77 Persen Dosen Akui Ada Kekerasan Seksual di Dalam Kampus

Radartasik.com — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar survei pada 79 kampus di 29 kota Indonesia terkait kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dalam temuannya, 77 persen dosen mengaku bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus.

“Kita menanyakan dosen-dosen apakah kekerasan seksual pernah terjadi di kampus Anda dan 77 persen merespons. Iya, kekerasan seksual pernah terjadi di kampus,” kata Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar Episode 14, Jumat (12/11).

Lalu dosen juga menyatakan bahwa dari kasus yang ada, 63 persen kasus tersebut tidak dilaporkan. Nadiem mengungkapkan, hampir seluruh korban dari kekerasan seksual tersebut adalah perempuan.

“Korban kekerasan seksual 90 persen perempuan, tapi bukan hanya perempuan, laki-laki pun menjadi korban kekerasan seksual,” jelasnya.

Sementara jika melihat dari data Komnas Perempuan, 27 persen pengaduan kekerasan seksual yang diadukan berasal dari jenjang pendidikan. Menurutnya, kekerasan seksual ini adalah fenomena gunung es.

“Yang kalau tinggal kita garuk-garuk sedikit saja fenomena kekerasan seksual ini sudah di semua kampus sudah ada, apalagi di situasi ini,” ucap dia.

Oleh karena itu, pemerintah mengambil menerbitkan Permendikbudristek 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dengan harapan kebijakan tersebut dapat melindungi sivitas akademika di lingkungan kampus dari kekerasan seksual.

“Dan itu alasan kita harus mengambil posisi sebagai pemerintah, untuk melindungi mahasiswa mahasiswa, dosen-dosen, dan tenaga kependidikan dari kekerasan seksual,” pungkasnya.

Nadiem juga mengatakan bahwa Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan pelengkap daripada kebijakan soal kekerasan yang sudah ada.

“Kita sudah memiliki beberapa undang-undang, tetapi ada kekosongan di dalam perguruan tinggi,” ungkapnya dalam acara Merdeka Belajar Episode 14 secara daring, Jumat (12/11).

Pertama ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, perlindungan tersebut hanya untuk anak usia dibawah 18 tahun saja.

Lalu, juga ada UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Akan tetapi, ruang lingkupnya hanya ada di rumah tangga saja.

Kemudian juga ada UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Lagi-lagi, kekerasan itu hanya berlaku bagi sindikat perdagangan manusia, bukan di lingkup perguruan tinggi.

“Jadi kita ada kekosongan ini di usia di atas 18 tahun, belum atau tidak menikah, dan tidak terjerat dalam sindikat perdagangan manusia, dan kampus ini masuk di dalam kotak ini (perlindungan anak usia 18 tahun ke atas),” ucapnya.

Oleh karenanya, ia merasa bahwa perlindungan kekerasan, khususnya seksual harus ada di dalam perguruan tinggi yang khusus untuk melindungi korban yang berada dalam lingkungan kampus.

Selain itu, juga ada beberapa keterbatasan dengan penanganan kasus kekerasan seksual dengan KUHP. Salah satunya adalah tidak bisa memfasilitasi identitas korban yang tidak diatur oleh peraturan lainnya dan jenis-jenis kekerasan itu tidak mengenali kekerasan yang berbasis online atau kekerasan yang berbasis verbal, hanya bentuk perkosaan dan pencabulan.

“Padahal sivitas akademika dan tenaga pendidikan ini rentang usianya itu semuanya aktif pengguna digital, dan trauma yang dihadapi dengan kekerasan seksual secara digital itu bahkan sama dampaknya secara psikologis, bahkan karena ditonton semua orang dan semua teman-teman dan keluarga itu bisa lebih parah lagi trauma psikologis bagi korban,” terangnya.

“Jadi ini harus kita masukkan dan konsiderasi bahwa sekarang dengan dunia teknologi, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang verbal non fisik dan secara digital itu juga harus ditangani segera,” pungkas Nadiem. (jpg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: