Waduh, Guru Ngaji Kaget Anak Didiknya Diberi Buku Pemahaman Non-Islam, Pendeta Sampaikan Permintaan Maaf

Waduh, Guru Ngaji Kaget Anak Didiknya Diberi Buku Pemahaman Non-Islam, Pendeta Sampaikan Permintaan Maaf

Radartasik.com, TULANGBAWANG - Ustaz Khoirul Anam, warga Kampung Wonorejo, Kecamatan Penawaraji, Kabupaten Tulangbawang, Provinsi Lampung, kaget bukan main. Itu setelah ia melihat anak didiknya memegang aksesoris, kaset, dan buku pemahaman tentang agama Non-Islam (Nasrani).

Setelah ditelusuri, ternyata para anak didik yang semuanya beragama Islam tersebut mendapatkan barang-barang itu dari balai kampung setempat. Hal ini disampaikan Ustaz Khoirul dalam forum musyawarah penyelesaian permasalahan tersebut di Kantor Kemenag Tulangbawang, Jumat (08/10/2021).

“Saya tidak masalah jika anak didik saya mendapatkan bingkisan yang isinya sandal, sepatu, atau peralatan sekolah. Namun di situ juga disisipkan kalung salib, buku pemahaman agama nasrani, cangkir bergambar salib, dan lainnya (itu jadi masalah),” kata Ustadz Khoirul ketika menceritakan duduk permasalahan.

Menurutnya, sebagai guru mengaji dan seorang muslim, ia tidak bisa diam ketika anak didiknya mendapatkan bingkisan tersebut.

“Ini hak saya sebagai seorang muslim dan guru ngaji untuk membentengi anak didik dan agama Islam. Mungkin ada yang menganggap ini masalah kecil, tapi bagi saya tidak. Makanya saya banyak meminta pendapat dalam forum ini. Itulah keluhan saya sebagai guru ngaji,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Kampung (Kakam) Wonorejo, Jumbadi menceritakan awal mula adanya permasalahan tersebut. Peristiwa itu bermula saat ia dihubungi Pendeta Timotius beberapa hari sebelum kegiatan pembagian bingkisan di balai kampung Wonorejo.

“Beliau mengatakan ada banyak bingkisan yang diterima oleh pihak gereja dari yayasan. Kemudian, karena jemaat gereja di kampung Wonorejo tidak begitu banyak, pak Pendeta Timotius menyampaikan usulan jika ingin berbagi kepada masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Sebagai kepala kampung, Jumbadi menyambut baik usulan Pendeta Timotius. Sebab, lanjutnya, pada tahun 2019 lalu pihak gereja juga pernah memberikan bingkisan berupa mainan anak-anak serta peralatan sekolah.

Nah, pada Sabtu (02/10/2021), pihak gereja dibantu aparatur kampung membagikan bingkisan tersebut kepada masyarakat yang membawa anak mereka berkumpul di balai kampung Wonorejo.

Sebelum kegiatan pembagian bingkisan dimulai, Jumbadi sempat memberikan sambutan dan arahan. Ia menyampaikan kepada masyarakat yang mayoritas beragama muslim, jika tidak ingin menerima bingkisan tidak apa-apa karena itu hak masing-masing warganya.

“Saya sampaikan, jika ada sesuatu yang tidak berkenan dalam bingkisan tersebut silahkan dikembalikan. Saya tidak ingin gara-gara bingkisan ini terjadi perpecahan,” kata kepala kampung.

Jumbadi mengaku, saat itu pihaknya memang tidak melihat terlebih dahulu isi bingkisan tersebut. “Kalau memang apa yang saya lakukan salah, saya siap menerima risiko. Saya cuma berharap toleransi umat beragama di kampung saya terjaga dengan adanya kegiatan saling berbagi,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Pendeta Timotius menyampaikan permohonan maaf atas keteledoran yang terjadi. Dia membenarkan semua yang disampaikan kepala kampung.

Dari awal ia menghubungi dengan niatan ingin berbagi kepada anak-anak, sampai pelaksanaan pembagian bingkisan di balai kampung. “Dalam kesempatan ini saya memohon maaf atas keteledoran saya. Saya mengaku sebelumnya memang tidak membuka terlebih dahulu karena masih disegel. Jadi memang dibuka saat pembagian,” terangnya.

Sebelum pembagian, Pendeta Timotius juga sempat menyampaikan penekanan kepada masyarakat jika ada sesuatu di dalam bingkisan tersebut yang tidak berkenan untuk dikembalikan.

“Tidak ada niat hati mengarah ke kristenisasi. Memang klir hanya berbagi, tidak ada acara kerohanian juga dalam kegiatan tersebut. Saya memohon maaf kepada masyarakat, ini kekhilafan saya dan akan menjadi pembelajaran yang berarti untuk saya,” jelasnya.

Setelah melalui diskusi dan proses klarifikasi panjang, akhirnya permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan damai dan kekeluargaan. Perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tulangbawang berharap, permasalahan tersebut dapat dijadikan pelajaran, serta memupuk tali silaturahmi dalam toleransi beragama.

Menurutnya, untuk merawat kerukunan antar umat beragama membutuhkan waktu yang sangat panjang. Tetapi untuk merusaknya, hanya membutuhkan waktu sesaat.

Sementara itu, Kasubag TU Kemenag Tulangbawang H. Marsudi bersyukur permasalahan dapat diselesaikan dengan damai melalui musyawarah bersama. 

“Kedepan mudah-mudahan persoalan ini bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua. Dari hemat kami, dengan permintaan maaf dan pengakuan kesalahan harus selesai. Dengan catatan tidak akan mengulangi kembali,” pesannya.

Masih di tempat yang sama, Kabid Ketahanan Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, dan Ormas Badan Kesbangpol Tulangbawang Tifroni berharap, kedepannya kerukunan antar umat beragama di Tulangbawang dapat terjalin dengan baik serta solid.

“Harapannya kepada pak ustadz dan pendeta dapat sama-sama menjadikan permasalahan ini sebagai pelajaran. Masalah besar harus dapat dikecilkan, masalah kecil jika dapat dihapuskan. Kita hadir di sini bersama berdampingan, tetap harus dijaga kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Tulangbawang,” tandasnya.

Dalam kesempatan tersebut, juga turut hadir Ketua MUI Tulangbawang Ustaz Yantori, perwakilan FKUB, Ormas Muslim, tokoh agama, tokoh masyarakat, unsur TNI, Sekcam Penawaraji, serta pihak terkait lainnya. (nal/sur/rlam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: