Tilep Dana Hibah Pembangunan Gereja Dua Anggota DPRD Ditahan Kejaksan

Tilep Dana Hibah Pembangunan Gereja Dua Anggota DPRD Ditahan Kejaksan

Radartasik.com,  PONTIANAK — Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Senin (04/10/2021) malam menahan dua anggota DPRD, seorang pengurus gereja dan aparatur sipil negara (ASN). Mereka sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan gereja di Kabupaten Sintang.

Keempat orang yang ditahan tersebut masing-masing berinisial TI, anggota DPRD Kalimantan Barat, TM, anggota DPRD Kabupaten Sintang, JM, seorang pengurus Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Eben Haezer Dusun Belungai, Desa Semuntai, Kecamatan Sepauk, Sintang  atau selaku pemohon hibah, dan SM, seorang ASN pada Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sintang.

Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalbar Taliwondo mengatakan, keterlibatan keempat tersangka tersebut berawal dari penyaluran dana hibah Pemkab Sintang yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2018, sebesar Rp299 juta. Dana hibah tersebut diperuntukkan untuk pembangunan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Eben Heazer di Dusun Belungai, Desa Semuntai, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang.
 
Dana hibah itu, lanjut Taliwondo, telah disalurkan oleh BPKAD Kabupaten Sintang melalui dua tahap, yakni tahap I, sekitar tanggal 27 April 2018, sebesar Rp239.200.000, yang ditransfer ke rekening pribadi atas nama tersangka JM, pada Bank Kalbar Cabang Sintang.

Kemudian, tahap II, tanggal 13 Juli 2018, kembali disalurkan sebesar Rp59.800.000, yang ditransfer ke Rekening Pengurus Gereja Pantekosta di Indonesia (GpdI) Jemaat Eben Heazer Dusun Belungai, Desa Semuntai, Kecamatan Sepauk, Sintang pada Bank Kalbar cabang Sintang.

Selanjutnya, kata Taliwondo, dana tersebut dicairkan tersangka JM, selaku Pengurus Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Eben Heazer dan diserahkan kepada tersangka SM, sebesar Rp219.150.000.

 “Selanjutnya oleh SM, dana itu diserahkan kepada TI, seorang anggota dewan sebesar Rp100 juta, yang dipergunakan untuk memberangkatkan pendeta-pendeta ke Yerusalem,” kata Taliwondo dalam keterangan persnya, Senin (04/10/2021) malam.

Dana itu, sambung Taliwondo, juga diserahkan kepada TM, selaku anggota DPRD Sintang sebesar Rp19.800.000, sebagai fee komitmen antara tersangka JM, SM dengan tersangka TM. Sedangkan dana yang digunakan untuk pembangunan gereja sebesar Rp57. 318.250.

“Sisanya sebesar Rp121.881.750 tetap dikuasai masing-masing tersangka. Tersangka SM sebesar Rp99.350.000, JM selaku pengurus gereja sebesar Rp22.531.750,” bebernya.

Dikatakan Taliwondo, perbuatan tersebut telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp241.681.750,00, berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Propinsi Kalimantan Barat Nomor SR-381/PW14/5/2021 tanggal 24 September 2021.

“Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, yang bersangkutan dijerat dengan pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1), (2), (3) UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar, Masyhudi membenarkan adanya penahanan dua oknum anggota dewan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan rumah ibadah di Sintang. Dikatakan Masyhudi, ada empat tersangka dalam kasus ini. Dua di antaranya anggota DPRD sementara dua lainnya adalah seorang ASN dan seorang pengurus gereja.

“Ini adalah komitmen Kejati Kalbar. Kami tidak main-main dalam pemberantasan korupsi. Kita tunjukkan komitmen hukum yang berlaku pada siapa saja,” tegas Kajati seperti dilansir dari pontianakpost.co.id, Selasa (05/10/2021).

“Kami juga akan sampaikan kepada pemerintah daerah (seluruh Kalbar, red) untuk transparan dan melakukan pengelolaan dengan baik anggaran daerah,” katanya.

Menurut Masyhudi, dana yang digunakan untuk pembangunan adalah uang rakyat, sehingga harus transparan dan masyarakat wajib mengetahui.

Sementara itu, Raymondus Loin, penasihat hukum tersangka JM dan SM, menolak menandatangani berita acara penahanan atas kliennya. Pihaknya berencana untuk mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan kedua kliennya tersebut.

“Kami berencana untuk melakukan praperadilan. Karena ini diatur oleh KUHAP,” katanya saat ditemui di Kejati Kalbar, kemarin.

Menurut Raymondus, kedua kliennya tidak pantas ditetapkan sebagai tersangka. Sebaliknya. dalam kasus ini kliennya adalah saksi. Untuk itu, lanjut Raymondus, pihaknya akan melakukan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan kliennya. (arf/ppt)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: