Kepler: Rencana Penataan HZ-Cihideung Kota Tasik Sulit Dipercaya

Kepler: Rencana Penataan HZ-Cihideung Kota Tasik Sulit Dipercaya

radartasik.com, CIHIDEUNG — Wacana penataan kawasan pusat kota dinilai sebuah gambaran yang terlalu manis dari Pemerintah Kota Tasikmalaya bagi masyarakat. Namun melihat realitasnya, rencana itu terbilang sulit untuk dipercaya.


Hal itu diungkapkan oleh inisiator Forum Peduli Cihideung Kepler Sianturi yang menilai Pemkot seolah memberikan harapan palsu. Tidak adanya data terbaru soal PKL di kawasan HZ Mustofa salah satu indikatornya. “Katanya kan mau menata, masa tidak ada pendataan,” ucapnya kepada Radar, Rabu (29/9/2021).

Dalam penataan kawasan Cihideung, kata dia, Pemkot harus banyak diberikan dorongan publik. Padahal itu sudah menjadi kewajiban dalam menata kota dan membuat masyarakat nyaman. “Coba kalau tidak didorong, menurut saya Cihideung masih kumuh,” ucapnya.

Di samping itu, tertatanya kawasan Cihideung seharusnya menjadi pilot project untuk menata pusat kota. Namun cukup disesalkan upaya pengawasan Pemkot terbilang minim, sehingga Cihideung perlahan mulai kembali menuju kekumuhan.

“Kita lihat sudah mulai ada PKL baru yang masuk, tapi pemerintah seolah enggak mau repot ngurusin,” ucapnya.

Dari hal itu, wajar jika rencana penataan kawasan pusat kota sulit dipercaya. Jika pun memang terealisasi, hal itu tidak akan bertahan lama dan akan kembali semrawut. “Bagaimana mau dipercaya, faktanya seperti ini,” terangnya.

Tokoh Pemuda Kota Tasikmalaya Myftah Faried juga mengatakan hal serupa. Tidak adanya perencanaan penataan PKL yang didasari data, menandakan arah kebijakan pemerintah. “Wajar jika dianggap penataan hanya sebatas agar ada pekerjaan fisik saja,” tuturnya.

Penataan kota merupakan kebijakan yang berhubungan langsung dengan publik. Pemkot harus mau menampung masukan dan aspirasi masyarakat dalam prosesnya. “Merasa bagus atau benar sendiri, kalau ada masalah ya salah sendiri,” katanya.

Padahal, menurutnya PKL sendiri merupakan objek pemberdayaan ekonomi masyarakat. Jika diberdayakan dan dikelola secara maksimal tentu akan membantu pengentasan kemiskinan. “Bagaimana bisa mencetak wirausaha baru, wirausaha yang sudah ada saja tidak dikembangkan,” ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Komisi II DPRD mempertanyakan keseriusan Pemkot Tasikmalaya dalam menata kawasan pusat kota. Hal ini, mengingat belum adanya data terbaru soal Pedagang Kaki Lima (PKL).

Ketua Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya Andi Warsandi mengatakan basis data merupakan dasar untuk merumuskan kebijakan serta berlaku dalam penataan kawasan pusat kota. “Segala kebijakan itu kan harus didasari dengan data,” ucapnya kepada Radar, Selasa (28/9/2021).

Ketika data tersebut belum dimiliki, menurutnya penataan tidak bisa dilaksanakan. Jika dipaksakan pun akan banyak persoalan yang muncul dalam penerapannya. “Bukan hanya di HZ Mustofa saja, di manapun harus ada data,” ucapnya.

Data tahun 2019, menurutnya tidak bisa dijadikan sebagai acuan. Karena rentang waktu dua tahun terbilang lama dan tidak lagi sama dengan kondisi hari ini. “Bisa kurang bisa juga nambah, seharusnya pendataan itu dilakukan berkala setiap tahun,” ucapnya.

Anggota Komisi II M Rizal Ar Sutadiredja mendukung upaya penataan pusat kota. Ini tentunya menjadi hal positif yang harus direalisasikan secara maksimal. “Ya harus didukung upaya pemkot ini,” tuturnya.

Namun ketika data PKL-nya saja tidak ada, menurutnya cukup aneh. Apalagi konsep semi pedestrian yang akan diterapkan tentunya melibatkan PKL. “Penataan di Cihideung saja kan tidak lepas dari data,” terangnya.

Bicara penataan, Pemkot jangan hanya terfokus saja di Jalur HZ Mustofa dan Cihideung. Tetapi harus mempertimbangkan efek ke kawasan di sekitarnya. “Bisa itu ke PKL di kawasan lain,” terangnya.

Termasuk efek kepada masyarakat pun harus dipertimbangkan secara matang. Dalam hal ini Pemkot juga perlu melakukan komunikasi dengan masyarakat di sekitar HZ Mustofa dan Cihideung. “Jangan sampai warga di sana malah dirugikan,” ucapnya.

Bicara soal aturan ketertiban umum, jalur HZ Mustofa seharusnya tidak ada PKL. Tetapi ketika mengingat toleransi dan nurani, tentu nasib PKL juga harus dipertimbangkan. “Karena serba salah juga, mereka kan tidak semuanya warga Kota Tasikmalaya,” katanya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: