Kode Etik untuk Kontrol Prilaku & Etika Dewan Kota Tasik

Kode Etik untuk Kontrol Prilaku & Etika Dewan Kota Tasik

radartasik.com, TASIK — Rancangan Peraturan DPRD tentang Kode Etik Pimpinan dan Anggota Dewan, merupakan amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang ditindaklanjuti di daerah. Spiritnya untuk mengatrol kinerja dan performa para wakil rakyat baik di tengah masyarakat maupun terhadap eksekutif.


Hal itu ditegaskan Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H Aslim SH, dimana spirit pembatasan atau rambu-rambu etika para wakil rakyat tidak dalam konteks yang kaku. Apalagi mengebiri hak-hak perseorangan para pengemban aspirasi publik sebagai warga negara.

“Tetapi aturan internal DPRD ini lebih kepada seperti apa dalam bersikap, berperilaku ketika menghadapi masyarakat atau penyelenggara pemerintahan lain. Menjadi contoh publik pemilih, mengemban amanat sebagai wakil rakyat yang terhormat,” tutur Aslim kepada Radar, Kamis (23/9/2021).

Menurut dia, etika dan perilaku dewan diatur dalam regulasi itu bukan berarti selama ini rekan-rekan kerjanya bersikap nyeleneh. Melainkan di era dewasa ini, sudah diperlukan bagi penyelenggara pemerintah memperhatikan aspek norma dan kaidah yang ada di tengah masyarakat, terutama Kota Tasikmalaya dikenal daerah lain sebagai Kota Santri.

“Apalagi kultur kedaerahan kita sudah diketahui bersama, spiritnya ini kita memberi contoh selaku representasi masyarakat yang dipilih, bekerja, mendengar dan memperjuangkan hak masyarakat, mesti bisa bermasyarakat dengan wibawa dan etika sebagai wakil rakyat,” kata politisi Gerindra tersebut.

Pihaknya menargetkaan aturan yang berlaku bagi 45 perwakilan dapil se-Kota Tasikmalaya itu bisa secepatnya diterbitkan. Saat ini, pasca 17 September lalu aturan Kode Etik diusulkan untuk dibahas, baru tersusun kerangka awalnya. Ditindaklanjuti, panitia khusus dan diprediksi tidak akan terlalu sulit perdebatannya ditataran internal dewan.

“Semoga bisa secepatnya, kita lihat ini juga kan usulan dari rekan-rekan pimpinan fraksi yang ada memang berkesepakatan bahwa aturan pusat kaitan ini, harus ditindaklanjuti di daerah,” ungkapnya.

Terpisah, Sekretaris Pansus Rancangan Peraturan DPRD tentang Kode Etik Enan Suherlan menjelaskan pembahasan awal baru masuk ke poin-poin apa saja yang mesti dan dibatasi bagi para anggota dewan. Berkaitan bagaimana secara personal mereka tampil di publik, menampung aspirasi masyarakat, termasuk lokasi apa saja yang terlarang bagi para anggota dewan.

“Berada atau masuk ke tempat-tempat yang dalam konotasi mayoritas publik itu tidak baik, mereka tidak bisa, kecuali dalam keadaan sedang bertugas. Misal komisi tertentu sidak ke tempat hiburan, mengecek aktivitas atau implementasi aturan yang berlaku. Kaitannya menjaga martabat, citra, kehormatan dan kredibilitas DPRD,” papar Enan.

Politisi PAN itu menjelaskan aturan ini merupakan penjabaran dari Amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, serta peraturan pemerintah lainnya yang mengatur kaitan penyelenggara pemerintahan. Bersikap dan bertindak di saat melaksanakan tugas mau pun dalam keseharian.

“Terutama konteks pada saat rapat dan menjalankan kontrol terhadap mitra kerja masing-masing di eksekutif, bukan berarti memandulkan itu. Tetapi sikap dan cara penyampaian atau fungsi pengawasannya diberikan rambu sesuai norma dan etika,” katanya menjelaskan.

“Tidak memandulkan daya kritis, hanya yang dijaga itu sikap, ucapan, perbuatan dalam berkomunikasi dengan eksekutif atau masyarakat umum. Mana yang patut dan tidak patut, bagaimana berpakaian yang sopan dan rapi, etis dan eloknya seperti apa. Mesti dijaga sebagaimana seorang penyelenggara pemerintahan, masa yang terhormat kok selengean,” ujarnya mencontohkan.

“Dalam agama pun jelas, ini berkaitan akhlak, atau lebih spesifiknya adab. Jelas anggota dewan tidak patut kan ketika ber-piercing apalagi tatoan,” sambungnya.

Dia menjelaskan dalam rancangan peraturan ini secara maraton akan ditempuh agar secepatnya bisa diterbitkan. Selanjutnya, kata Enan, penjabaran implementasi dan pengawasannya diatur pada Peraturan DPRD tentang Tata Beracara.

Dimana secara teknis pengawasan atau penerimaan aduan publik akan diterima Badan Kehormatan (BK), ketika ada indikasi anggota dewan melakukan pelanggaran kode etik, ditindaklanjuti oleh aturan tata beracara.

“Bukan berarti rekan-rekan dewan tidak beretika, melainkan ini panduan jelas bagi rekan dewan sesuai amanat Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana aturan atau kode etik pada profesi lain, memiliki rambu-rambu apa yang pantas dan tidak pantas dilakukan seorang dewan,” jelas Enan.

Sebelumnya diberitakan, tingkah laku anggota dewan tak akan lagi bisa leluasa dalam keseharian maupun bertugas. Sebab, saat ini rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang kode etik para wakil rakyat tengah dibahas untuk segera disahkan DPRD Kota Tasikmalaya.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Kode Etik DPRD Kota Tasikmalaya, H Dodo Rosada SH MH menuturkan pihaknya tengah membahas dan menyusun aturan terkait perilaku dari setiap anggota dewan.

Kaitannya, baik-buruk, benar-salah, pantas dan tidak pantas. Sikap dan tindak-tanduk para wakil rakyat baik pada saat menjalankan tugas dan wewenang selaku penyelenggara pemerintahan maupun pada kesehariannya.

”Jadi aturan ini tentang bagaimana mengatur sikap perilaku para anggota DPRD sesuai norma agama, sosial, hukum, kesopanan, mesti sesuai dengan kultur dan karakter masyarakat di daerah. Pakaian harus sopan, rapi baik sesuai yang sudah diatur pada tata tertib maupun secara etis,” kata Dodo kepada Radar, usai memimpin rapat pansus, di ruang Bapemperda DPRD Kota Tasikmalaya, Rabu (22/9/2021).

Menurut dia, hal tersebut dalam rangka menjaga harkat, derajat dan wibawa lembaga DPRD. Sehingga para wakil rakyat yang ada di lembaga itu mesti dinilai pantas oleh publik. Sebagai wakil rakyat yang terhormat, idealnya dalam bertutur kata pun bersikap di tengah masyarakat atau pun di antara penyelenggara pemerintahan, haruslah beretika.

“Ini dalam upaya menjaga martabat dan marwah lembaga penyelenggara pemerintahan, maka para anggota DPRD baik di dalam maupun di luar kantor, termasuk dalam rapat, itu nanti etikanya mesti tertib,” ujar Ketua Fraksi PDIP Kota Tasikmalaya tersebut.

Dia mencontohkan salah satu poin yang mengatur etika para wakil rakyat, yakni tidak nyeleneh. Sebagai warga negara yang dipercayakan amanat oleh masyarakat dari daerah pemilihannya, tidaklah boleh anggota DPRD bersikap nyeleneh ketika menjalankan tugas ataupun berhubungan dengan penyelenggara pemerintahan lainnya.

“Azas saling menghormati, menghargai, kalau DPRD bersikap tidak sopan, tidak etis atau nyeleneh nanti itu melanggar kode etik tersebut,” ujarnya.

Termasuk, lanjut Dodo, para anggota dewan masuk ke tempat hiburan seperti karaokean tanpa alasan atau dalam rangka melaksanakan tugas. Itu pun bisa melanggar kode etik yang nantinya akan disanksi oleh Badan Kehormatan (BK) ketika aturan tata beracara sudah diundangkan.

“Misalkan masuk tempat hiburan tanpa alasan atau bertugas, masuk tempat perjudian dan lain sebagainya. Publik berhak melaporkan hal itu,” tutur Anggota Komisi I DPRD tersebut. (igi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: