Sidang Kasus Korupsi Finger Print di Pemkab Ciamis Segera Digelar

Sidang Kasus Korupsi Finger Print di Pemkab Ciamis Segera Digelar

radartasik.com, CIAMIS - Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis melimpahkan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mesin sidik jari (finger print) berikut dua tersangkanya WH dan YSM ke Pengadilan Negeri Tipikor Bandung Klas 1A, Rabu (22/9/2021).


Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ciamis Yuyun Wahyudi menyampaikan,  penanganan perkara tipikor pengadaan mesin absensi pada SD dan SMP di Kabupaten Ciamis tahun 2017/2018 dengan kerugian negara Rp 804.315.000  sudah sampai tahapan pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri Bandung Klas 1A.

“Kita ketahui dua orang tersangka, WH saat menjabat sebagai Sekdis Pendidikan Ciamis 2017/2018 dan YSM selaku penyedia finger print sudah kita tetapkan sebagai tersangka pada 31 Mei 2021,” jelasnya kepada Radar, kemarin.

Kata Yuyun, dalam kasus penyelewengan pengadaan finger print itu telah mengumpulkan berbagai alat bukti. Seperti 52 saksi, dua orang ahli dari LKPP dan auditor Kejati Jabar serta alat bukti surat dan bukti lainnya sebanyak 61 item. “Kami memiliki keyakinan dengan adanya alat bukti tersebut perkara ini kami limpahkan ke PN Tipikor Bandung Klas 1A,” jelasnya.

Kata dia, tersangka WH mengenalkan YSM kepada UPTD Pendidikan setiap kecamatan di Kabupaten Ciamis. Dengan menawarkan pengadaan finger print seharga Rp 4 juta, padahal sebelumnya YSM menawarkannya dengan harga Rp 2,4 juta. Kemudian disepakati harganya Rp 4 juta dengan ketentuanya UPTD bakal mendapat fee Rp 1 juta per unit apabila sekolah bayar tunai dan Rp 500 ribu jika kredit.

“Itu juga prosesnya dilakukan rapat dengan kepala sekolah di beberapa UPTD kecamatan, dengan tujuannya melakukan pelatihan tata cara pemasangan dan pembagian mesin finger print. Nah pembayarannya sekolah menitipkannya ke UPTD sebesar Rp 4 juta,” jelas kejari kepada wartawan.

Tambah Yuyun, mengenai modusnya  tersangka itu dengan menutup merek mesin absensi asli dengan stiker dari perusahaan YSM. Maka mesin tersebut tidak dapat dicari oleh siapa pun di pasaran, karena telah ditutup stiker. Sementara rekanan YSM membeli mesin absensi itu dengan harga Rp 1.540.000, belum termasuk ongkir dan pajak.

“Maka jelas kasus ini ada dugaan mark up atau menaikkan harga barang dalam pengadaan pembelian mesin absensi.  Sehingga menimbulkan kerugian negara hingga sekitar Rp 800 juta lebih dalam pengadaan mesin absensi tersebut,” ucapnya.

Lanjut dia, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999. Bahwa sebagaimana talah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. “Jadi kasus ini segera akan disidangkan di PN Tipikor Bandung kelas 1A karena telah dilimpahkan perkaranya,” pungkasnya. (isr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: