Kawasan Cihideung Jadi Kalah Sama HZ Mustofa
Reporter:
syindi|
Senin 13-09-2021,10:50 WIB
radartasik.com, CIHIDEUNG — Pemerintah Kota Tasikmalaya diminta menjaga nilai kearifan lokal dalam penataan Jalan Cihideung. Kawasan tersebut bukan hanya dikenal dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) saja, namun ada nilai-nilai budaya lainnya.
Hal tersebut diungkapkan Budayawan Tasikmalaya Tatang Pahat yang mengapresiasi keberhasilan Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menertibkan kawasan Cihideung. Tidak bisa dipungkiri, jalur yang sebelumnya kumuh itu kini sudah berubah drastis. “Setelah bertahun-tahun, tahun ini jalan tersebut berubah drastis,” ungkapnya kepada Radar, Minggu (12/9/2021).
Adapun upaya penataan yang digemborkan pemerintah menurutnya lebih difokuskan kepada PKL saja. Padahal, banyak nilai-nilai yang harus dijadikan dasar penataan Jalan Cihideung sebagai ikon Kota Tasikmalaya. “PKL itu sekadar bagian dari Cihideung,” terangnya.
Banyak nilai-nilai kearifan lokal yang harus dijaga di kawasan Cihideung. Dari mulai arsitekturnya, kebersihannya, ketertibannya sampai dengan kultur masyarakatnya yang harus diselaraskan. “Tanpa nilai khusus, daya tarik masyarakat untuk datang ke Cihideung akan kurang,” katanya.
Dari kacamata seni budaya, Maliboro di Yogyakarta bukan sekadar tempat belanja. Namun ada nilai-nilai penting yang menjadi daya tarik bagi pengunjung. “Tujuan orang ke Malioboro itu bukan untuk belanja, tapi beda kesannya ketika belanja di Maliboro dibanding di tempat lain,” tuturnya.
Beda halnya dengan tujuan orang datang ke Jalan Cihideung, saat ini kebanyakan ingin untuk belanja keperluan sehari-hari.
Di samping itu, pengunjungnya pun kebanyakan warga lokal. “Pendatang dari luar mungkin sudah tidak kenal Jalan Cihideung, apalagi tertarik untuk datang,” katanya.
Ini merupakan tantangan untuk Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menerapkan konsep penataan di Jalan Cihideung. Jangan sampai kawasan tersebut, diidentikkan dengan PKL. “Kalau berhasil, ini akan jadi prestasi luar biasa untuk pemerintah,” katanya.
Beberapa waktu lalu, salah seorang pemilik toko yang enggan disebut namanya menyebutkan bahwa di tahun 1980-an, orang lebih mengenal Cihideung dibanding HZ Mustofa. Namun seiring berjalannya waktu, daya tarik Cihideung mulai pudar digerus keramaian Jalan HZ Mustofa. “Dulu ramai di sini (Jalan Cihideung) dari pada HZ Mustofa, sekarang terbalik,” katanya.
(rga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: