Percepat PEN, OJK Terbitkan Perpanjangan Relaksasi
Reporter:
syindi|
Kamis 09-09-2021,17:30 WIB
radartasik.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya menjaga momentum percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hal itu disampaikan Kepala OJK Wimboh Santoso saat Zoom Conference tentang kondisi terkini Industri Jasa Keuangan dan Kebijakan Perpanjangan Masa Restrukturisasi Kredit, Rabu (8/9/2021).
Kata Wimboh, dengan menerbitkan tiga Peraturan OJK (POJK) baru yang diharapkan mampu memperkuat sektor perbankan yaitu POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum, POJK No.14/POJK.03/2021 tentang Perubahan POJK No. 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.
“Penerbitan 3 POJK ini ditujukan untuk menjawab tantangan dan tuntutan perkembangan teknologi informasi. Ini yang jadi landasan kita untuk kita menyiapkan industri kita berubah secara adaptif, lebih agile (lincah),” katanya.
Lalu Wimboh menjelaskan, tiga POJK diterbitkan setelah pihaknya melakukan berbagai kajian akademik dengan melibatkan stakeholder terkait, termasuk berkoordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“Rule making rule ketat dan panjang, kajian akademik, melakukan FGD (focuss group discussion) berbagai kalangan, semua asosiasi. Di lingkup KSSK sudah melakukan komunikasi,” ujarnya.
Penerbitan 3 POJK tersebut diterbitkan untuk menyesuaikan kebutuhan seiring kondisi dinamika global, perubahan landscape dan ekosistem perbankan. Hal itu juga untuk menjawab tantangan dan tuntutan pesatnya perkembangan teknologi informasi.
Dengan begitu diperlukan penerapan pola pengaturan berbasis prinsip (principle based) agar peraturan dapat lebih fleksibel (agile) dan mengantisipasi perubahan ke depan (forward looking) serta menjadi acuan yang menjaga kesinambungan operasi industri perbankan.
“Penerbitan POJK ini adalah terutama untuk mencermati dinamika global yang berkembang dengan sangat cepat, juga oleh adanya pandemi Covid-19 yang kita belum tahu kapan selesai,” katanya.
Lebih lanjut, Wimboh menambahkan, ekosistem perbankan dunia yang terus berubah dan perubahan yang dipercepat oleh pandemi Covid-19. Untuk itu menghadapi berbagai tantangan, POJK Bank Umum memberikan arah pengaturan bagi bank digital.
“OJK mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh bank digital dalam Pasal 24 POJK tentang Bank Umum,” ujarnya.
Aturan yang pertama, memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah. Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan.
“Ketiga, memiliki manajemen risiko secara memadai. Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan ketentuan OJK,” katanya.
Lalu kelima, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah, dan terakhir memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.
“Bank wajib menjaga pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud selama beroperasi menjadi bank digital,” ujarnya.
Selain itu, Wimboh menyampaikan pada Rapat Dewan Komisioner tertanggal 2 September 2021, OJK juga telah memutuskan untuk menerbitkan kebijakan perpanjangan masa relaksasi restrukturisasi kredit sampai dengan 31 Maret 2023.
Itu karena ada tiga alasan OJK memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit. Pertama, menjaga momentum stabilnya indikator kinerja perbankan serta debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
“Perpanjangan juga diperlukan dalam mempersiapkan bank dan debitur untuk soft landing ketika stimulus berakhir, untuk menghindari potensi gejolak atau cliff effect,” katanya.
Kedua, sebagai bagian dari kebijakan countercyclical, diharapkan perpanjangan relaksasi ini dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
Ketiga, memberikan kepastian, baik bagi perbankan maupun pelaku usaha, dalam menyusun rencana bisnis 2022.
“Sengaja kami keluarkan di September supaya para bankir bisa menyampaikan rencana bisnis dengan perhitungan yang matang,” ujarnya.
Perpanjangan restrukturisasi berlaku untuk bank umum, bank syariah, unit usaha syariah, BPR dan BPRS yang menyalurkan kredit pembiayaan atau penyediaan dana lain.
“OJK juga terus berkomitmen untuk mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan pelaku industri jasa keuangan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional sekaligus tetap menjaga stabilitas sistem keuangan,” katanya.
Hingga saat ini, OJK mencatat jumlah restrukturisasi kredit per Juli 2021 yang dilakukan oleh 101 bank di Indonesia sudah menyentuh Rp 779 Triliun. Kebijakan restrukturisasi ini sudah dirasakan oleh 5,1 juta debitur yang terbagi ke sektor UMKM dan non-UMKM.
Senada, Kepala OJK Tasikmalaya Edi Ganda Permana mengajak UMKM atau debitur yang mempunyai tanggungan di industri jasa keuangan yang wajib membayar, untuk mendapat keringanan bisa melakukan restrukturisasi atau relaksasi pembayaran. Mengingat para UMKM atau masyarakat saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berdampak pada penurunan pendapatan atau omzet penjualan.
“Bagi UMKM atau masyarakat kesulitan membayar karena terdampak PPKM bisa restrukturisasi. Manfaatnya pembayaran tanggungan bisa lancar, sehingga nama debitur tetap baik karena tidak menunggak pembayaran,” katanya.
Tetapi Industri Jasa Keuangan di Wilayah Priangan Timur dalam melakukan relaksasi kredit perbankan harus sesuai beberapa pedoman, sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Antara lain; pertama kriteria debitur restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan. Dari sisi bank menerapkan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha.
Kedua, Industri Jasa Keuangan mempunyai Kecukupan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
Tujuannya pengaman ketika debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi.
“Dalam hal ini bank akan melakukan pembagian dividen, agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi,” ujarnya.
Ketiga, ada stress testing dampak restrukturisasi. Artinya bank secara berkala melakukan stress testing terhadap kecukupan permodalan dan likuiditas bank.
“Dengan begitu dalam peningkatan ekonomi nasional, mudah-mudahan bisa tumbuh di akhir tahun 5 persen, bahkan lebih,” katanya.
(riz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: