Realisasi Belanja Publik Pemkab Tasik Hanya Sebatas Retorika
Reporter:
syindi|
Senin 06-09-2021,11:30 WIB
radartasik.com, TASIK — Wakil rakyat di DPRD Kabupaten Tasikmalaya mengaku sudah berulangkali mewarning Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terkait lambatnya realisasi belanja modal (publik).
“Kita sudah awasi, agar program pembangunan yang bersifat langsung dirasakan oleh masyarakat untuk segera diserap,” ujar Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya Asep Sopari Al Ayubi saat ditemui Sabtu (4/9/2021).
Asep menjelaskan pihaknya melalui komisi-komisi terkait sudah mewanti-wanti sejak Juli 2021, supaya alokasi belanja publik disegerakan. Di samping adanya warning dari Pemerintah Pusat, ketika terjadi anggaran negara dengan nominal triliunan rupiah terparkir di bank.
“Kita langsung mengundang mitra kerja terkait. Sejak Juli kami sudah memintai laporan kinerja mereka selama satu semester dari awal tahun. Termasuk mengundang secara khusus rapat konsultasi dengan bupati dan sekda, yang kami bahas selalu kaitan serapan anggaran,” tutur politis Partai Gerindra itu.
Dia menceritakan dalam setiap pertemuan dan kesempatan rapat dengan eksekutif, Sekda Kabupaten Tasikmalaya Mohammad Zen selalu menyatakan siap dan sedang memproses eksekusi anggaran belanja publik. Termasuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) secara keseluruhan, sudah diingatkan supaya tidak lambat pelaksanaan kegiatan di tengah masyarakat.
Namun, sayangnya dalam dokumen realisasi anggaran yang ia terima, kesiapan sekda dan jajaran dalam merealisasi percepatan belanja publik baru sebatas retorika.
”Ya ketika kita lihat realisasi, ternyata minim sekali bahkan nyaris tidak ada serapan selama satu semester awal untuk belanja masyarakat,” keluhnya.
Bahkan, lanjut dia, sejumlah komisi di DPRD sudah mendesak mitra kerja masing-masing mempercepat kegiatan. Terutama, di dinas tertentu yang proporsi belanja modalnya terbilang signifikan seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Perumahan dan Permukiman serta Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya.
“Komisi-komisi sudah bertugas memelototi realisasi mitra kerjanya masing-masing, terutama itu di dinas-dinas yang alokasi belanja publik dan belanja yang dirasakan langsung masyarakat mempercepat pelaksanaan kegiatan,” kata lelaki murah senyum itu.
Asep menyayangkan ketika Pemkab Tasikmalaya tidak fair dalam membelanjakan anggaran pendapatan daerah. Dimana belanja bersifat rutinitas semisal alat tulis kantor (ATK), pengadaan internal dinas, serta fasilitas penunjang kinerja aparatur.
Sementara, masyarakat yang tengah terdampak pandemi Covid-19, membutuhkan stimulus agar ekonomi di berbagai segmentasi bergerak.
“Ironis kan, ini kaitannya anggaran yang bisa menggerakkan roda perekonomian masyarakat malah tersimpan di bank. Kalau pengadaan-pengadaan semacam itu, segelintir pihak saja yang ekonominya bergerak, warga kecil tidak merasakan hadirnya pembangunan,” papar Asep.
Pihaknya akan mengambil langkah tegas, ketika pola belanja publik Pemkab Tasikmalaya tidak mengalami progres signifikan. Terutama menyerap alokasi kegiatan untuk masyarakat luas, seperti pembangunan jalan, jembatan, irigasi dan kegiatan lainnya.
”Kalau tak ada perkembangan, kita akan rembuk dengan DPRD secara kelembagaan. Melakukan sikap politis tertentu yang dibutuhkan agar belanja Pemkab fair,” tegas dia.
Sebelumnya diberitakan, kondisi defisit keuangan miliaran rupiah yang menjadi alasan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, tidak tergambarkan dalam realisasi keuangan pada laporan atas keuangan daerah semester pertama Tahun 2021.
Sebab berdasarkan data aktivitas keuangan Pemkab Tasikmalaya mulai Januari sampai Juni 2021, keuangan yang tercatat di kas daerah masih tersisa Rp 325.279.992.944 dari total pendapatan daerah sebesar Rp 1,3 triliun.
Ironisnya, sisa keuangan itu menyisakan realisasi belanja modal berupa jalan, jaringan dan irigasi yang realisasinya baru Rp 9,5 juta dengan persentase 0,0 persen.
Sementara sejak awal tahun sampai Juni 2021, Pemkab Tasikmalaya sudah merealisasikan gaji pegawai yang lancar tanpa hambatan sebesar Rp 633 miliar atau 41,7 persen.
Belanja Hibah Rp 29,2 miliar atau 52,3 persen, dan belanja operasi barang dan jasa Rp 95 miliar atau 13,4 persen, kemudian Belanja Tidak Terduga Rp 10,4 miliar atau 41,7 persen.
“Dari realisasi kinerja keuangan Pemkab Tasikmalaya, mereka hanya gencar bergajian tanpa mengimbangi dengan kinerja. Salah satu variabelnya apa, yakni belanja modal yang serapannya masih nol, pada alokasi pembangunan jalan, jaringan dan irigasi yang mana itu dibutuhkan dan dirasakan langsung masyarakat dari sisi peningkatan infrastruktur,” ujar Pengajar Sekolah Politik Anggaran (Sepola) Pusat Pendidikan Perkumpulan Inisiatif Bandung, Nandang Suherman kepada Radar, Kamis (2/9/2021).
Kemudian, Pemkab Tasikmalaya juga terbilang rajin dan cepat merealisasikan belanja hibah yang hanya dinikmati segelintir pihak saja, bukan masyarakat secara luas. Dimana realisasi sampai Juni lalu, sudah menyentuh Rp 29,2 miliar atau 52,3 persen.
“Belanja yang banyak diserap justru hibah, menurut saya Pemkab Tasik terlihat gesit urusan ini. Bisa diasumsikan ini kaitan hutang budi politik atas urusan Pilkada tahun lalu, penerimanya kan tidak masyarakat secara umum melainkan elite-elite jaring politik saja, ini yang kami sayangkan,” kata Nandang.
Berkaca dari kondisi realisasi tersebut, pihak yang menderita sudah jelas masyarakat umum. Ketika Pemkab berleha-leha merealisasikan belanja modal yang bisa dirasakan manfaatnya oleh publik, padahal dampaknya bisa menggerakan perekonomian di tengah sulitnya kondisi pandemi Covid-19.
“Di sisi lain, Pemkab memarkirkan Rp 325 miliar keuangan daerah di bank, sementara belanja-belanja yang bisa dirasakan publik contohnya jalan, jaringan dan irigasi realisasi baru Rp 9,5 juta atau 0,0 persen,” keluh Peneliti Senior Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Barat tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tasikmalaya Mohamad Zen mengakui serapan gaji dan tunjangan kepala daerah baru 6,6 persen. Hal itu, dikaitkanmya dengan kondisi di Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya,
“Kita dalam tahun berjalan ini banyak regulasi-regulasi dari pusat yang mengatur, kaitannya dengan perkembangan Covid-19,” kata Zen, kepada Radar di ruang kerjanya, Rabu (1/9/2021).
Selain itu, lanjut Zen, akibat turunnya regulasi baru dari pusat yang tercantum dalam PMK 17, terkait pengurangan transfer ke daerah, termasuk refocusing dan realokasi anggaran.
”Dengan kondisi itu, kebijakan pemerintah daerah pun banyak yang berubah, istilahnya banyak membahas kembali beberapa anggaran yang semestinya harus terealisasi lebih awal,” terang dia.(igi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: