Sengketa Tanah Ruko Pasar Padayungan, Beberapa Pihak Audiensi ke Dewan

Sengketa Tanah Ruko Pasar Padayungan, Beberapa Pihak Audiensi ke Dewan

radartasik.com KOTA TASIK — Kepemilikan lahan tanah di Kota Tasikmalaya saat ini ramai diperbincangkan publik. 

Tanah yang jadi rumah toko (ruko) Pasar Padayungan, juga saat ini tengah hangat permasalahannya.

Jumat (03/09/21), persoalan lahan ruko di Pasar Padayungan dilakukan audiensi di DPRD Kota Tasikmalaya. 

Dalam audiensi itu, dewan menghadirkan pihak terkait dengan ahli waris. 

Dalam pertemuan itu terungkap, lahan ruko itu menurut pihak Pemkot adalah fasilitas umum (fasum).

Sedangkan di pihak lain, ahli waris lahan tersebut mengaku bahwa tanah yang dibangun ruko di Padayungan adalah miliknya dengan tanda bukti sertifikat tanahnya. 

Maka, dewan pun selain menghadirkan pihak terkait dari Pemkot dan ahli waris, pihak BPN pun dihadirkan.

Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Agus Wahyudin memimpin audiensi itu. 

Tujuan adalah untuk mengetahui secara jelas apakah tanah yang jadi ruko di Pasar Padayungan itu milik Pemkot Tasikmalaya atau bukan.

“Di catatan pihak aset DPAKD, tanah itu tidak tercatat sebagai tanah milik Pemkot. Tapi, di site plan-nya menurut Dinas PUTR itu bagian dari Fasum,” ujar politisi senior PPP tersebut kepada radartasik.com yang dihubungi melalui ponselnya.

“Lalu, oleh pihak BPN itu diblokir. Nah masalahnya kan ada masalah muncul karena mengapa kalau tanah itu Fasum, tapi BPN menerbitkan sertifikat kepemilikan. Nah itu persoalan utamanya,” sambungnya.

Terang Agus, langkah kedepan usai audiensi ini pihaknya tak akan memanggil lagi pihak BPN. 

Tetapi, akan berkirim surat meminta kepastian BPN bahwa pemblokiran tanah di lokasi itu sah atau tidak. 

“Jadi begitu saja langkah selanjutnya dari dewan mah. Karena untuk menguji bahwa sertifikat itu asli atau palsu, lalu kekuatan alat bukti mana yang kuat apakah sertifikat atau site plan, hal itu harus diputuskan di pengadilan. DPRD tak punya hak uji itu,” terangnya.

Agus menambahkan, masalah ini muncul saling klaim antara pemilik ruko dengan yang punya sertifikat tanah. 

Jadi, pemilik ruko sempat bertanya ke Pemkot apakah ruko di Pasar Padayungan tanahnya milik pribadi atau Fasum.

“Nah Pemkot menjawabnya itu Fasum. Tetapi tak tercatat tanah itu di bagian aset kepemilikan Pemkot. Masalahnya ini ada sertifikat keluar dari BPN. Uji sertifikat itu kan bukan kewenangan kita,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kantor BPN Kota Tasikmalaya, Suwondo dalam audiensi tersebut mengatakan, pihaknya pernah menayangkan kronologis atas kasus tanah tersebut.

“Masalah muncul diawali dari permohonan pemecahan sertifikat dari sertifikat induk. Lalu tahun 1995 telah terbit site plan untuk Pasar Padayungan oleh UPTD Dinas PU Kotif Tasikmalaya atas nama Muhammad dan di kawasan tersebut BPN Kabupaten Tasik  menerbitkan sertifikat hak milik Nomor 697 seluas 1540 meter atas nama Muhammad yang posisinya satu kawasan dengan Pasar Padayungan,” paparnya.

Kemudian, beber dia, yang bersangkutan mengajukan pemecahan tahun 1996 menjadi 10 sertifikat yang sekarang menjadi toko, sertifikat sisa tinggal 256 meter yang pada Maret 2021 dilakukan balik nama kepada ahli waris 4 orang atas nama Lilis Masitoh, Zakaria, Arif Rahman dan Rian. 

“Kemudian oleh para ahli waris dimohon untuk dipecah lagi menjadi 6 dan sudah terbit sertifikatnya. Setelah terbit sertifikat dari BPN, ada yang merasa keberatan yaitu pemiliki ruko yang 10 orang akibat jalan menjadi kecil atau sempit dan meminta kepada BPN untuk membatalkan sertifikat yang menjadi 6 tersebut,” bebernya.

Atas masalah tersebut, tambah dia, akhirnya BPN memediasi pihak pemilik toko dengan ahli waris untuk memastikan apakah lahan yang disengketakan menjadi pasum atau tidak. 

Hasil resume atau proses bersurat dari PUTR menyatakan bahwa lahan itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari komplek Pasar Padayungan.

“Lalu kami pasca mendengarkan resume dari PUTR akhirnya memblokir sertifikat yang 6 itu karena lahan tersebut adalah Fasum atau aset Pemkot,” tambahnya.

Sedangkan Kabid Tata Ruang PUTR, Soni Sujana dalam pertemuan itu mengatakan, pihaknya telah memberikan jawaban terkait status lahan ruko Pasar Padayungan pada Juni 2021.

“Bahwa dokumen yang kami miliki yaitu site plan dan hasil kajian bahwa lokasi yang sudah terbit sertifikatnya merupakan jalan atau Fasum. Kami mendapatkan tugas untuk menemui pejabat yang dulu membuat site plan dan dinyatakan lahan itu merupakan Fasum. PUTR tidak dalam konteks memiliki atau menguasai lahan tersebut,” katanya.

Terpisah, Perwakilan Ahli Waris Pemilik Tanah di Pasar Padayungan, Drs H Nanang Kartiwa mengatakan, masalah ini muncul karena PUTR mengeluarkan dekrit atau surat keterangan bahwa lahan di Pasar Padayungan itu masuk fasum.

“Kalau fasum atau sosial itu tak masuk karena hanya 256 meter persegi luasnya. Kalau dibatakan hanya 10, sekian atau kurang dari 11 sekian bata saja. Kami setelah disertifikatkan oleh BPN keluar 5 bidang. Dari 5 itu saya tawarkan ke belakang ternyata ingin juga. Harganya kan per meter di belakang itu Rp14 juta di NJOP,” katanya.

Lalu, cerita dia, entah kenapa akhirnya BPN memblokir sertifikat itu secara sepihak tanpa konfirmasi ke pihaknya. 

"Pas ada tawar-menawar baru tahu saya ternyata diblokir 3 bulan lalu. Jadi kami memohon di audiensi itu agar Minggu depan masalah ini selesai," terangnya. 

“Karena tanah itu mau saya jual dan pembelinya sudah ada. Nah yang kurang ajarnya itu dari PUPR dia yang membuat masalah bahwa itu masuk Fasum maupun Fasos. Nah lalu Fasos Fasum apa dong? Ini kan jelas bersertifikat dan lengkap surat kepemilikannya di saya,” sambungnya.

Tadinya, papar dia, area di ruko itu leluasa lahan jalannya sampai tronton juga bisa masuk. Sekarang oleh pihak keluarga hanya di kasih jalan aksesnya 2,5 meter. 

“Kan masih untung sama kita dikasih. Sebenarnya tak apa-apa tak dikasih juga karena memang keabsahannya milik kami di 256 meter persegi itu,” paparnya. (rezza rizaldi / radartasik.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: