Oknum Kepala Sekolah Pemerkosa Siswa Dihukum 15 Tahun Penjara, Ketua P2TP2A : Langkah Maju dan Biar Jadi Efek Jera

Oknum Kepala Sekolah Pemerkosa Siswa Dihukum 15 Tahun Penjara, Ketua P2TP2A : Langkah Maju dan Biar Jadi Efek Jera

Radartasik, JEMBRANA - Majelis hakim PN Negara menjatuhkan hukuman maksimal selama 15 tahun penjara kepada GK (58), oknum kepala sekolah (Kasek) SD di Jembrana, Bali. Karena terbukti melakukan pemerkosaan kepada anak didiknya yang masih di bawah umur di ruang unit kesehatan sekolah (UKS). 

Hukuman penjara maksimal tersebut dijatuhkan majelis hakim lantaran terdakwa merupakan tenaga pendidik, sehingga hukumannya ditambahkan selama tiga tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada sidang sebelumnya, jaksa menuntut terdakwa hukuman 12 tahun penjara plus denda Rp 15 juta subsider 6 bulan.

"Putusan maksimal 15 tahun oleh majelis hakim adalah langkah maju dalam memberikan keadilan sekaligus efek jera. Tidak hanya bagi terdakwa, tetapi juga bagi masyarakat," ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jembrana IB Panca Sidarta menanggapi vonis hakim terhadap GK, oknum kepala sekolah yang melakukan perkosaan terhadap siswanya

Menurut Sidarta, kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur sudah sering terjadi di Jembrana. Tidak hanya dilakukan oleh orang terdekat dalam keluarga, tetapi juga tenaga pendidik. Dalam tiga tahun terakhir, sudah dua kali ada oknum kepala sekolah memerkosa anak didiknya.

Dengan kasus-kasus yang terjadi selama ini, kasus kekerasan pada anak harus mendapat perhatian aparat penegak hukum. 

“Ini sekaligus warning bagi calon pelaku bahwa hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak sangat berat," kata Sidarta seperti dikutip dari Radarbali.id

Sementara itu, terpidana kasus persetubuhan anak dibawah umur itu (GK) memastikan melakukan upaya hukum banding. Oknum pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi kepala sekolah tersebut mengupayakan banding agar hukuman yang diputus pengadilan negeri (PN) Negara direvisi majelis hakim tingkat banding. 

Majelis hakim PN Negara sendiri menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 81 ayat 1 dan 3 UU RI No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi Undang -undang, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. 

Majelis hakim memutus pidana penjara 15 tahun, ditambah denda sebesar Rp 100 juta. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan. Terdakwa dihukum maksimal karena statusnya sebagai kepala sekolah atau tenaga pendidik di sekolah tempat korban belajar.
. (rb/bas/yor/jpr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: